Impor Televisi, AC hingga Kulkas Dibatasi! Ekonom: RI Bisa Jadi Raja di Negeri Sendiri
Sabtu, 27 April 2024 - 09:57 WIB
“Indonesia saat ini menggencarkan hilirisasi, dan itu sejalan dengan upaya mengendalikan impor supaya nilai tambah komoditas dalam negeri, lebih banyak dihasilkan dari sektor industri nasional, bukan dari luar negeri,” jelas Fahmi.
Ia juga menekankan, bahwa para pelaku industri lokal perlu mempersiapkan produk lokal yang sebanding dengan produk impor sebagai substitusi impor. Lalu menurutnya para pelaku industri lokal perlu melengkapinya dengan marketing yang menggoda serta kualitas mumpuni sehingga tidak kalah dengan produk impor.
Fahmi mengamini bahwa aturan tersebut akan menimbulkan guncangan dari sisi pasokan produk elektronik yang akan memberikan pengaruh pada harga. Namun Fahmi meyakini bahwa para pemasok produk elektronik akan terus mencari cara demi menjaga penjualan.
“Langkah yang paling mungkin diambil pemasok, mereka akan berpikir ulang untuk menekan harga jual dan pada akhirnya memutuskan untuk membuka pabrik di Indonesia. Akan berlanjut dengan berdirinya pabrik-pabrik baru yang tentu membuka lapangan kerja, lalu mendorong penurunan harga jual, meningkatkan kuantiti penjualan, serta hal ini akan berdampak pada PDB dan penerimaan pajak,” terang Fahmi.
Posisi Indonesia sebagai salah satu pasar elektronik besar di dunia akan membuat para pemasok produk elektronik serius untuk bisa memproduksi produknya di dalam negeri. Karena bagaimanapun para pemasok produk elektronik tidak akan meninggalkan tempat terbaik penjualannya dan akan mencari berbagai cara demi menjaga penjualan mereka yang salah satunya adalah melakukan produksi di dalam negeri.
“Aturan yang oleh sebagian pihak dipandang sebagai pembatasan ini sebenarnya dimaksudkan sebagai stimulan agar daya saing industri dalam negeri meningkat. Dengan daya saing tinggi, pada gilirannya akan membuat sektor industri dalam negeri kondusif berkembang dengan baik. Selama daya beli masyarakat masih kuat di Indonesia, investor akan tertarik di sektor industri,” ujar Fahmi.
"Konsekuensi terhadap seberapa besar kebijakan tersebut untuk melindungi industri dalam negeri, tentunya harus dikaji dengan pertimbangan nilai tambah, baik itu nilai tambah produk maupun nilai tambah dari komponen bahan baku produksi," jelasnya.
Edy memberikan pesan kepada pemerintah bahwa aturan terkait impor ini harus dibarengi dengan aturan di sektor tenaga kerja yang akan memudahkan para pelaku industri manufaktur elektronik dalam melakukan kegiatan bisnisnya.
“Pertimbangan terhadap pengamanan penyerapan tenaga kerja juga perlu diperhatikan. Hal ini tentunya berkaitan dengan daya tarik investasi, karena realisasi investasi sejatinya tidak hanya yang padat modal, tapi juga membutuhkan yang padat karya," kata Edy.
Ia juga menekankan, bahwa para pelaku industri lokal perlu mempersiapkan produk lokal yang sebanding dengan produk impor sebagai substitusi impor. Lalu menurutnya para pelaku industri lokal perlu melengkapinya dengan marketing yang menggoda serta kualitas mumpuni sehingga tidak kalah dengan produk impor.
Fahmi mengamini bahwa aturan tersebut akan menimbulkan guncangan dari sisi pasokan produk elektronik yang akan memberikan pengaruh pada harga. Namun Fahmi meyakini bahwa para pemasok produk elektronik akan terus mencari cara demi menjaga penjualan.
“Langkah yang paling mungkin diambil pemasok, mereka akan berpikir ulang untuk menekan harga jual dan pada akhirnya memutuskan untuk membuka pabrik di Indonesia. Akan berlanjut dengan berdirinya pabrik-pabrik baru yang tentu membuka lapangan kerja, lalu mendorong penurunan harga jual, meningkatkan kuantiti penjualan, serta hal ini akan berdampak pada PDB dan penerimaan pajak,” terang Fahmi.
Posisi Indonesia sebagai salah satu pasar elektronik besar di dunia akan membuat para pemasok produk elektronik serius untuk bisa memproduksi produknya di dalam negeri. Karena bagaimanapun para pemasok produk elektronik tidak akan meninggalkan tempat terbaik penjualannya dan akan mencari berbagai cara demi menjaga penjualan mereka yang salah satunya adalah melakukan produksi di dalam negeri.
“Aturan yang oleh sebagian pihak dipandang sebagai pembatasan ini sebenarnya dimaksudkan sebagai stimulan agar daya saing industri dalam negeri meningkat. Dengan daya saing tinggi, pada gilirannya akan membuat sektor industri dalam negeri kondusif berkembang dengan baik. Selama daya beli masyarakat masih kuat di Indonesia, investor akan tertarik di sektor industri,” ujar Fahmi.
Melindungi Industri Dalam Negeri
Hal senada disampaikan ekonom Universitas Muhammadiyah Surakarta, Edy Purwo Saputro. Diyakini juga olehnya bahwa regulasi pembatasan impor barang elektronik bertujuan untuk mengamankan produksi dalam negeri."Konsekuensi terhadap seberapa besar kebijakan tersebut untuk melindungi industri dalam negeri, tentunya harus dikaji dengan pertimbangan nilai tambah, baik itu nilai tambah produk maupun nilai tambah dari komponen bahan baku produksi," jelasnya.
Edy memberikan pesan kepada pemerintah bahwa aturan terkait impor ini harus dibarengi dengan aturan di sektor tenaga kerja yang akan memudahkan para pelaku industri manufaktur elektronik dalam melakukan kegiatan bisnisnya.
“Pertimbangan terhadap pengamanan penyerapan tenaga kerja juga perlu diperhatikan. Hal ini tentunya berkaitan dengan daya tarik investasi, karena realisasi investasi sejatinya tidak hanya yang padat modal, tapi juga membutuhkan yang padat karya," kata Edy.
tulis komentar anda