Rupiah Ditutup Melemah ke Rp16.080, Dipicu Spekulasi Suku Bunga AS
Senin, 13 Mei 2024 - 16:09 WIB
JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah 34 poin atau 0,21% ke level Rp16.080 per USD dibandingkan perdagangan sebelumnya pada Rp16.046. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat dibuka pada level Rp16.078 per USD.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS dipengaruhi sebagian besar pedagang yang bias terhadap greenback menjelang data indeks harga produsen untuk bulan April, sedangkan data indeks harga konsumen akan menjadi fokus utama, mengingat hal tersebut kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga AS.
"Dolar mengalami fluktuasi besar pada minggu lalu karena data perekonomian AS yang beragam memicu pertanyaan mengenai kapan bank sentral akan mulai memotong suku bunga tahun ini. Namun meski perekonomian AS tampak melambat dalam beberapa bulan terakhir, inflasi diperkirakan masih tetap stabil," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (13/5/2024).
Inflasi indeks harga konsumen meningkat lebih dari perkiraan pada bulan April, karena langkah-langkah stimulus yang terus-menerus dari Beijing membantu meningkatkan permintaan. Namun inflasi indeks harga produsen menyusut selama 19 bulan berturut-turut, karena aktivitas bisnis Tiongkok masih lambat. Data inflasi menunjukkan bahwa Beijing masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Para pedagang juga mewaspadai Tiongkok setelah laporan pekan lalu mengatakan pemerintahan Biden sedang mempersiapkan lebih banyak tarif perdagangan terhadap negara tersebut, terutama pada sektor kendaraan listrik Tiongkok. Langkah ini dapat memicu kembali perang dagang antara negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Selain itu, Bank Sentral Eropa telah menjanjikan penurunan suku bunga pada tanggal 6 Juni, namun terdapat ketidakpastian mengenai berapa banyak penurunan suku bunga lebih lanjut yang akan disetujui oleh bank sentral pada tahun ini. Pasar saat ini memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 70 basis poin untuk tahun ini.
Dari sentimen domestik, pemerintah masih terus mewaspadai adanya ancaman perekonomian global yang tidak menentu. Diantaranya, geopolitik Rusia dan Ukraina yang tak kunjung usai, konflik di Timur Tengah semakin memanas, yakni ketegangan Israel dan Palestina masih berjalan ditambah adanya serangan Iran terhadap Israel. Disamping itu, pertumbuhan ekonomi di Eropa masih rendah, dan sebentar lagi pemilu, paling dikhawatirkan adalah gerakan ekstrem kanan di Eropa bangkit. Hal ini dikhawatirkan bisa berimbas pada perekonomian dalam negeri.
Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh resilien. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2024 yang tumbuh sebesar 5,11%, lebih tinggi dari kuartal keempat 2023 yang sebesar 5,04%, yang disokong oleh momentum Ramadan dan Lebaran 2024, juga adanya gelaran pemilu 2024, yang akhirnya meningkatkan konsumsi domestik.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS dipengaruhi sebagian besar pedagang yang bias terhadap greenback menjelang data indeks harga produsen untuk bulan April, sedangkan data indeks harga konsumen akan menjadi fokus utama, mengingat hal tersebut kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga AS.
"Dolar mengalami fluktuasi besar pada minggu lalu karena data perekonomian AS yang beragam memicu pertanyaan mengenai kapan bank sentral akan mulai memotong suku bunga tahun ini. Namun meski perekonomian AS tampak melambat dalam beberapa bulan terakhir, inflasi diperkirakan masih tetap stabil," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (13/5/2024).
Inflasi indeks harga konsumen meningkat lebih dari perkiraan pada bulan April, karena langkah-langkah stimulus yang terus-menerus dari Beijing membantu meningkatkan permintaan. Namun inflasi indeks harga produsen menyusut selama 19 bulan berturut-turut, karena aktivitas bisnis Tiongkok masih lambat. Data inflasi menunjukkan bahwa Beijing masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Para pedagang juga mewaspadai Tiongkok setelah laporan pekan lalu mengatakan pemerintahan Biden sedang mempersiapkan lebih banyak tarif perdagangan terhadap negara tersebut, terutama pada sektor kendaraan listrik Tiongkok. Langkah ini dapat memicu kembali perang dagang antara negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Selain itu, Bank Sentral Eropa telah menjanjikan penurunan suku bunga pada tanggal 6 Juni, namun terdapat ketidakpastian mengenai berapa banyak penurunan suku bunga lebih lanjut yang akan disetujui oleh bank sentral pada tahun ini. Pasar saat ini memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 70 basis poin untuk tahun ini.
Dari sentimen domestik, pemerintah masih terus mewaspadai adanya ancaman perekonomian global yang tidak menentu. Diantaranya, geopolitik Rusia dan Ukraina yang tak kunjung usai, konflik di Timur Tengah semakin memanas, yakni ketegangan Israel dan Palestina masih berjalan ditambah adanya serangan Iran terhadap Israel. Disamping itu, pertumbuhan ekonomi di Eropa masih rendah, dan sebentar lagi pemilu, paling dikhawatirkan adalah gerakan ekstrem kanan di Eropa bangkit. Hal ini dikhawatirkan bisa berimbas pada perekonomian dalam negeri.
Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh resilien. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2024 yang tumbuh sebesar 5,11%, lebih tinggi dari kuartal keempat 2023 yang sebesar 5,04%, yang disokong oleh momentum Ramadan dan Lebaran 2024, juga adanya gelaran pemilu 2024, yang akhirnya meningkatkan konsumsi domestik.
tulis komentar anda