Badai PHK Hantam Industri Lokal, Wakil Ketua DPR: Pengambil Kebijakan Tak Punya Hati
Selasa, 25 Juni 2024 - 08:10 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Kordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel mengatakan, tumbangnya sejumlah industri dalam negeri dan maraknya pemutusan hubungan kerja atau PHK secara masif menunjukkan ada masalah dalam pengelolaan ekonomi nasional.
“Terutama tak hadirnya hati pada sebagian pengambil kebijakan di pemerintahan. Pancasila dan NKRI harga mati hanya ada di mulut, tapi tak meresap di hati dan tak mewujud dalam amal perbuatan,” katanya, Senin (24/6/2024).
Hal itu ia sampaikan menanggapi bersibalas pernyataan antara Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Selain itu juga terlihat pada perubahan berkali-kali peraturan menteri perdagangan.
Seperti diberitakan sejumlah media, terjadi PHK yang masif di industri tekstil. Sebelumnya industri garmen sudah lebih dulu mengalami kemerosotan akibat banjir impor pakaian jadi maupun impor pakaian bekas.
Menanggapi soal banjir tekstil, Menkeu menyampaikan bahwa hal itu terjadi akibat oversupply di luar negeri dan praktik dumping, yang diketahui dilakukan China. Hal itu berakibat banjirnya produk tekstil di Indonesia.
Pernyataan itu ditanggapi Menperin. Ada inkonsistensi antara pernyataan dan tindakan pada Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Untuk menghadapi praktik dumping tersebut Indonesia telah memiliki instrumen regulasi berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Masa berlaku regulasi ini sudah berakhir sejak 2022, namun hingga kini belum diperpanjang Menkeu. Padahal Menperin sudah mengajukan usulan ke Menkeu untuk perpanjangan tersebut.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengaku sudah tiga kali bersurat ke Kemenkeu untuk audiensi, namun tak kunjung ditanggapi. Tahun 2024 saja, diperkirakan sudah ada 13.800 orang yang terkena PHK.
“Sebetulnya pemerintah itu memegang amanat rakyat sendiri atau amanat rakyat negara lain?” kata Gobel.
“Terutama tak hadirnya hati pada sebagian pengambil kebijakan di pemerintahan. Pancasila dan NKRI harga mati hanya ada di mulut, tapi tak meresap di hati dan tak mewujud dalam amal perbuatan,” katanya, Senin (24/6/2024).
Hal itu ia sampaikan menanggapi bersibalas pernyataan antara Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Selain itu juga terlihat pada perubahan berkali-kali peraturan menteri perdagangan.
Seperti diberitakan sejumlah media, terjadi PHK yang masif di industri tekstil. Sebelumnya industri garmen sudah lebih dulu mengalami kemerosotan akibat banjir impor pakaian jadi maupun impor pakaian bekas.
Baca Juga
Menanggapi soal banjir tekstil, Menkeu menyampaikan bahwa hal itu terjadi akibat oversupply di luar negeri dan praktik dumping, yang diketahui dilakukan China. Hal itu berakibat banjirnya produk tekstil di Indonesia.
Pernyataan itu ditanggapi Menperin. Ada inkonsistensi antara pernyataan dan tindakan pada Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Untuk menghadapi praktik dumping tersebut Indonesia telah memiliki instrumen regulasi berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Masa berlaku regulasi ini sudah berakhir sejak 2022, namun hingga kini belum diperpanjang Menkeu. Padahal Menperin sudah mengajukan usulan ke Menkeu untuk perpanjangan tersebut.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengaku sudah tiga kali bersurat ke Kemenkeu untuk audiensi, namun tak kunjung ditanggapi. Tahun 2024 saja, diperkirakan sudah ada 13.800 orang yang terkena PHK.
“Sebetulnya pemerintah itu memegang amanat rakyat sendiri atau amanat rakyat negara lain?” kata Gobel.
(akr)
tulis komentar anda