Ekonomi Rusia di Masa Perang Berbuah Dividen Rp183,9 Triliun ke 12 Miliarder
Jum'at, 12 Juli 2024 - 07:12 WIB
JAKARTA - Ekonomi Rusia pada masa perang tidak hanya membuat beberapa orang miskin menjadi lebih baik, tetapi juga bikin deretan oligarki Rusia ini semakin kaya. Setidaknya ada 12 pengusaha yang menerima lebih dari USD11,4 miliar atau setara Rp183,9 triliun (Kurs Rp16.136 per USD) dalam bentuk dividen untuk sepanjang tahun 2023 dan kuartal I/2024.
Menurut perhitungan yang dilaporkan Bloomberg, hal itu berdasarkan informasi yang diungkapkan secara publik. Disebutkan bahwa deretan taipan yang menerima rezeki nomplok dividen, terkait erat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pembayaran dividen terbesar adalah eksportir komoditas usai mendapatkan efek positif dari poros perdagangan Rusia ke arah timur dengan China, India, serta negara-negara lain pada bagian selatan. Dimana sebelumnya pelanggan utama mereka berasal dari Eropa.
Vagit Alekperov yang merupakan pemegang saham utama dan mantan presiden raksasa minyak Lukoil, menjadi penerima dividen terbesar yakni mencapai 186 miliar rubel. Diketahui Vagit termasuk dalam individu yang dijatuhi sanksi oleh Inggris serta Australia.
Selanjutnya ada Alexey Mordashov, chairman dan pemegang saham utama perusahaan baja Severstal, dengan mengantongi 148 miliar rubel dalam bentuk dividen. Alexey juga tidak bebas dari sanksi, usai AS, Inggris, dan Uni Eropa memberikannya hukuman.
Sementara itu, Vladimir Lisin yang menjabat sebagai chairman Novolipetsk Steel, meraup dividen 121 miliar rubel. Pembayaran tersebut menggambarkan bagaimana perusahaan-perusahaan terbesar Rusia masih mendapat untung meskipun Barat mengisolasi ekonomi negara itu.
Rusia tetap tangguh di tengah sanksi Barat, usai ekonominya tumbuh 5,4% pada kuartal pertama tahun ini. Bahkan ekonomi Rusia yang berorientasi perang, membuat Bank Dunia meningkatkannya menjadi "negara berpenghasilan tinggi" pekan lalu.
Namun Russia's Center for Macroeconomic Analysis and Short-Term Forecasting -sebuah lembaga think tank- memperingatkan, ekonomi Rusia berpeluang jatuh ke dalam krisis pada paruh kedua tahun ini saat bank Rusia menaikkan suku bunga.
Dilaporkan media Rusia, Kommersant menerangkan, kepala bank sentral Rusia, Elvira Nabiullina memberikan sinyal adanya kenaikan suku bunga ke depannya ketika inflasi melonjak tinggi dari perkiraan.
Suku bunga utama Rusia berada di posisi 16% sebagai upaya meredam kenaikan harga, tetapi inflasi mencapai level 8,3% pada bulan Mei – jauh di atas target resmi 4%.
Baca Juga
Menurut perhitungan yang dilaporkan Bloomberg, hal itu berdasarkan informasi yang diungkapkan secara publik. Disebutkan bahwa deretan taipan yang menerima rezeki nomplok dividen, terkait erat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pembayaran dividen terbesar adalah eksportir komoditas usai mendapatkan efek positif dari poros perdagangan Rusia ke arah timur dengan China, India, serta negara-negara lain pada bagian selatan. Dimana sebelumnya pelanggan utama mereka berasal dari Eropa.
Vagit Alekperov yang merupakan pemegang saham utama dan mantan presiden raksasa minyak Lukoil, menjadi penerima dividen terbesar yakni mencapai 186 miliar rubel. Diketahui Vagit termasuk dalam individu yang dijatuhi sanksi oleh Inggris serta Australia.
Selanjutnya ada Alexey Mordashov, chairman dan pemegang saham utama perusahaan baja Severstal, dengan mengantongi 148 miliar rubel dalam bentuk dividen. Alexey juga tidak bebas dari sanksi, usai AS, Inggris, dan Uni Eropa memberikannya hukuman.
Sementara itu, Vladimir Lisin yang menjabat sebagai chairman Novolipetsk Steel, meraup dividen 121 miliar rubel. Pembayaran tersebut menggambarkan bagaimana perusahaan-perusahaan terbesar Rusia masih mendapat untung meskipun Barat mengisolasi ekonomi negara itu.
Rusia tetap tangguh di tengah sanksi Barat, usai ekonominya tumbuh 5,4% pada kuartal pertama tahun ini. Bahkan ekonomi Rusia yang berorientasi perang, membuat Bank Dunia meningkatkannya menjadi "negara berpenghasilan tinggi" pekan lalu.
Namun Russia's Center for Macroeconomic Analysis and Short-Term Forecasting -sebuah lembaga think tank- memperingatkan, ekonomi Rusia berpeluang jatuh ke dalam krisis pada paruh kedua tahun ini saat bank Rusia menaikkan suku bunga.
Dilaporkan media Rusia, Kommersant menerangkan, kepala bank sentral Rusia, Elvira Nabiullina memberikan sinyal adanya kenaikan suku bunga ke depannya ketika inflasi melonjak tinggi dari perkiraan.
Suku bunga utama Rusia berada di posisi 16% sebagai upaya meredam kenaikan harga, tetapi inflasi mencapai level 8,3% pada bulan Mei – jauh di atas target resmi 4%.
(akr)
tulis komentar anda