BI Diprediksi Masih Tahan Suku Bunga 6,25% per Juli 2024
Rabu, 17 Juli 2024 - 09:49 WIB
Baca Juga: Ekonom Prediksi BI Tahan Suku Bunga Acuan 6,25%, Ini Pertimbangannya
Total arus modal portofolio ke pasar keuangan Indonesia meningkat hingga USD1,06 miliar dalam tiga minggu terakhir, dan mencatatkan akumulai arus modal tertingginya sejak pertengahan April. Dari USD1,06 miliar tersebut, USD0,74 miliar masuk ke pasar saham dan USD0,32 miliar sisanya masuk ke instrumen obligasi.
Namun, arus modal ke instrumen obligasi lebih didominasi ke surat utang jangka panjang Pemerintah Indonesia, ditunjukkan dengan imbal hasil tenor 10- Tahun Surat Utang Pemerintah yang turun dari 7,8 persen di 19 Juni lalu ke 7,02 persen di 12 Juli.
Indonesia memasuki paruh kedua 2024 dengan kondisi inflasi dan eksternal yang relatif lebih baik. Namun, beberapa kejadian sebelumnya menunjukkan bahwa kondisi finansial global sangat bergantung pada persepsi investor terhadap arah kebijakan the Fed kedepannya dan persepsi ini sangat berfluktuasi.
Dari aspek inflasi, Indonesia telah melewati tekanan besar pada tingkat harga yang diakibatkan oleh beberapa faktor musiman dan kemunculan El-Nino. Tetapi, beberapa lembaga iklim memproyeksi kemungkinan terjadinya La Nina di Triwulan-III 2024 dan hal ini dapat mengganggu produksi pertanian sehingga berpotensi memicu tekanan harga pangan.
Oleh sebab itu, BI perlu tetap waspada dalam merumuskan bauran kebijakannya untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan tingkat harga domestik. Untuk saat ini, inflasi cenderung bukanlah isu yang mendesak dan perbedaan tingkat suku bunga masih cenderung atraktif untuk menarik modal masuk dan menjaga stabilitas Rupiah.
"Menilai kondisi ini, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25% untuk bulan ini," pungkasnya.
Total arus modal portofolio ke pasar keuangan Indonesia meningkat hingga USD1,06 miliar dalam tiga minggu terakhir, dan mencatatkan akumulai arus modal tertingginya sejak pertengahan April. Dari USD1,06 miliar tersebut, USD0,74 miliar masuk ke pasar saham dan USD0,32 miliar sisanya masuk ke instrumen obligasi.
Namun, arus modal ke instrumen obligasi lebih didominasi ke surat utang jangka panjang Pemerintah Indonesia, ditunjukkan dengan imbal hasil tenor 10- Tahun Surat Utang Pemerintah yang turun dari 7,8 persen di 19 Juni lalu ke 7,02 persen di 12 Juli.
Indonesia memasuki paruh kedua 2024 dengan kondisi inflasi dan eksternal yang relatif lebih baik. Namun, beberapa kejadian sebelumnya menunjukkan bahwa kondisi finansial global sangat bergantung pada persepsi investor terhadap arah kebijakan the Fed kedepannya dan persepsi ini sangat berfluktuasi.
Dari aspek inflasi, Indonesia telah melewati tekanan besar pada tingkat harga yang diakibatkan oleh beberapa faktor musiman dan kemunculan El-Nino. Tetapi, beberapa lembaga iklim memproyeksi kemungkinan terjadinya La Nina di Triwulan-III 2024 dan hal ini dapat mengganggu produksi pertanian sehingga berpotensi memicu tekanan harga pangan.
Oleh sebab itu, BI perlu tetap waspada dalam merumuskan bauran kebijakannya untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan tingkat harga domestik. Untuk saat ini, inflasi cenderung bukanlah isu yang mendesak dan perbedaan tingkat suku bunga masih cenderung atraktif untuk menarik modal masuk dan menjaga stabilitas Rupiah.
"Menilai kondisi ini, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25% untuk bulan ini," pungkasnya.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda