Tanpa Bayar Denda, 1.600 Kontainer Beras Impor Bisa Dianggap Ilegal
Minggu, 11 Agustus 2024 - 17:38 WIB
JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar turut menyoroti terkait demmurage beras impor yang beropotensi merugikan negara. Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras impor dengan denda sebesar Rp294,5 miliar yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya akan menjadi masalah rasuah karena dianggap ilegal.
"Kalau berasnya diambil tanpa bayar denda, itu masalah," ujar dia, di Jakarta, Minggu (11/8/2024).
Dia menandaskan, jika beras yang tertampung di 1.600 kontainer itu dibiarkan begitu saja maka pihak berwenang harus memanggil dan meminta keterangan kepada pengangkut.
"Jika sudah jelas siapa yang bertanggung jawab maka bisa diminta paksa membayar atau mengembalikan barang itu ke tempat awal pengiriman," jelasnya.
Lebih lanjut, pihak pelabuhan sendiri bisa meminta penetapan kepada pengadilan apabila beras yang berada dalam 1.600 kontainer tersebut tidak bertuan. Nantinya, pengadilan bisa memutuskan apakah beras tersebut bisa menjadi milik negara atau dimusnahkan sebagai barang ilegal.
"Jika tidak jelas juga, pihak pelabuhan bisa minta penetapan ke pengadilan untuk diputuskan menjadi milik negara atau dimusnahkan," ungkapnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras tersebut merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Kemenperin menyebut dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ribuan kontainer berisi beras tersebut ilegal. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas.
"Kalau berasnya diambil tanpa bayar denda, itu masalah," ujar dia, di Jakarta, Minggu (11/8/2024).
Baca Juga
Dia menandaskan, jika beras yang tertampung di 1.600 kontainer itu dibiarkan begitu saja maka pihak berwenang harus memanggil dan meminta keterangan kepada pengangkut.
"Jika sudah jelas siapa yang bertanggung jawab maka bisa diminta paksa membayar atau mengembalikan barang itu ke tempat awal pengiriman," jelasnya.
Lebih lanjut, pihak pelabuhan sendiri bisa meminta penetapan kepada pengadilan apabila beras yang berada dalam 1.600 kontainer tersebut tidak bertuan. Nantinya, pengadilan bisa memutuskan apakah beras tersebut bisa menjadi milik negara atau dimusnahkan sebagai barang ilegal.
"Jika tidak jelas juga, pihak pelabuhan bisa minta penetapan ke pengadilan untuk diputuskan menjadi milik negara atau dimusnahkan," ungkapnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras tersebut merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Kemenperin menyebut dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ribuan kontainer berisi beras tersebut ilegal. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda