Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan 2025, Begini Dampaknya ke Emiten Konsumer
Kamis, 22 Agustus 2024 - 10:09 WIB
JAKARTA - Pemerintah menargetkan penerimaan cukai naik 6% menjadi Rp244 triliun pada 2025 mendatang. Salah satu upaya yang ditempuh untuk mencapai target tersebut yakni melalui ekstensifikasi cukai secara terbatas pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).
Adapun, pungutan cukai MBDK ditargetkan mencapai Rp4,4 triliun pada APBN 2024. Namun, hingga kini pungutan cukai tersebut belum diimplementasikan karena pemerintah belum merilis aturan teknisnya.
“Secara kuantitatif, estimasi dampak negatif cukai MBDK bagi profitabilitas perusahaan konsumer baru dapat dihitung setelah pemerintah merilis detail teknis perhitungan cukai,” kata Lead Investment Analyst Stockbit, Edi Chandren dalam risetnya.
Edi menyebut, pemberlakuan aturan baru tersebut memang akan berdampak pada sejumlah emiten seperti PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), di mana keduanya memiliki produk yang terekspos cukai minuman berpemanis masing-masing sebesar 25-30% dan 15-20% dari total pendapatan.
“Kami menilai bahwa MYOR berpotensi merasakan dampak terbesar dari penetapan cukai ini, diikuti oleh SIDO,” imbuh Edi.
Namun secara kualitatif, Edi menilai dampak negatif tersebut dapat diminimalisasi dengan sejumlah cara yakni, perseroan dapat meluncurkan produk sejenis yang lebih rendah gula alias less sugar. Selain itu, perseroan juga dapat meneruskan (pass–on) sebagian beban cukai ke dalam harga jual produk.
Perihal kinerja, sepanjang enam bulan pertama tahun 2024, MYOR membukukan laba bersih sebesar Rp1,71 triliun, naik dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,21 triliun. Adapun, pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp16,22 triliun, naik dari sebelumnya sebesar Rp14,81 triliun.
Sementara SIDO mengantongi laba bersih sebesar Rp608,49 miliar, naik 35,79% dari periode yang sama tahun 2023 lalu yang sebesar Rp448,10 miliar. Sejalan dengan itu, penjualan SIDO juga naik 14,67% menjadi Rp1,89 triliun dari sebelumnya sebesar Rp1,65 triliun.
Adapun, pungutan cukai MBDK ditargetkan mencapai Rp4,4 triliun pada APBN 2024. Namun, hingga kini pungutan cukai tersebut belum diimplementasikan karena pemerintah belum merilis aturan teknisnya.
“Secara kuantitatif, estimasi dampak negatif cukai MBDK bagi profitabilitas perusahaan konsumer baru dapat dihitung setelah pemerintah merilis detail teknis perhitungan cukai,” kata Lead Investment Analyst Stockbit, Edi Chandren dalam risetnya.
Edi menyebut, pemberlakuan aturan baru tersebut memang akan berdampak pada sejumlah emiten seperti PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), di mana keduanya memiliki produk yang terekspos cukai minuman berpemanis masing-masing sebesar 25-30% dan 15-20% dari total pendapatan.
“Kami menilai bahwa MYOR berpotensi merasakan dampak terbesar dari penetapan cukai ini, diikuti oleh SIDO,” imbuh Edi.
Namun secara kualitatif, Edi menilai dampak negatif tersebut dapat diminimalisasi dengan sejumlah cara yakni, perseroan dapat meluncurkan produk sejenis yang lebih rendah gula alias less sugar. Selain itu, perseroan juga dapat meneruskan (pass–on) sebagian beban cukai ke dalam harga jual produk.
Perihal kinerja, sepanjang enam bulan pertama tahun 2024, MYOR membukukan laba bersih sebesar Rp1,71 triliun, naik dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,21 triliun. Adapun, pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp16,22 triliun, naik dari sebelumnya sebesar Rp14,81 triliun.
Sementara SIDO mengantongi laba bersih sebesar Rp608,49 miliar, naik 35,79% dari periode yang sama tahun 2023 lalu yang sebesar Rp448,10 miliar. Sejalan dengan itu, penjualan SIDO juga naik 14,67% menjadi Rp1,89 triliun dari sebelumnya sebesar Rp1,65 triliun.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda