Kuota Elpiji Subsidi Dipangkas, Anggota DPR Cecar Menteri ESDM
Rabu, 02 September 2020 - 14:16 WIB
JAKARTA - Sejumlah anggota Komisi VII DPR mempertanyakan keputusan pemerintah dalam penentuan kuota elpiji bersubsidi alias elpiji 3 kilogram (kg) untuk tahun anggaran 2021.
Pasalnya, dalam Nota Keuangan 2021, pemerintah memutuskan untuk menurunkan kuota elpiji 3 kg menjadi 7 juta metrik ton. Padahal, dalam rapat kerja antara Komisi VII DPR dan Kementerian ESDM pada 29 Juni 2020 disepakati jumlah penyediaan elpiji 3 kg berada di rentang 7,5 juta - 7,8 juta metrik ton.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDIP Doni Maryadi menilai, seharusnya kuota elpiji tabung melon meningkat setiap tahunnya. Apalagi, dengan masih belum redanya pandemi Covid-19, sudah seharusnya pemerintah mendukung keberlangsunan masyarakat terdampak.
(Baca Juga: Digunakan Petani, Warga Keluhkan Kelangkaan Elpiji 3 Kg di Wajo)
"Seyogianya kalau melihat yang ada di tahun ini kurang lebih sekitar 7,2 juta - 7,5 juta metrik ton kita naik dengan situasi normal. Saat ini berbeda, situasi enggak normal kondisi masyarakat betul-betul membutuhkan gas 3 kg tadi," katanya dalam gelaran Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR, Rabu (2/9/2020).
Senada dengan Doni, Anggota Komisi VII DPR Fraksi Gerindra Subarna, mengatakan, pandemi Covid-19 mengakibatkan bertambahnya jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Oleh karenanya, elpiji 3 kg seharusnya mengalami peningkatan pada tahun depan. "Dampak Covid adalah kemiskinan, yang diperlukan elpiji 3 kg sudah jelas karena banyak yang miskin," katanya.
Lalu, Anggota DPR dari Fraksi Golkar Maman Abdurahman mengatakan tidak setuju jika penyaluran subsidi elpiji 3 kg yang tidak tepat sasaran harus ditimpakan ke masyarakat dengan mengurangi kuota elpiji 3 kg. Seharusnya, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan DPR yang menjadikan pengawasan penyaluran elpiji 3 kg ini agar tetap sasaran.
(Baca Juga: ESDM: Keringanan Tagihan Tarif Listrik Dorong Roda Ekonomi)
"Saya bilang, selama pemerintah di daerah belum serius pengawasan, konsekuensi logisnya pasti akan naik terus. Kalau mau di angka 7 juta ton, harus serius pengawasannya. Kalau enggak siap, ya harus siap dengan aspirasi ini (naik jadi 7,5 juta MT)," tandasnya.
Lihat Juga: Ilmuwan Berhasil Menerjemahkan Bahasa yang Hilang Ribuan Tahun Milik Leluhur Orang Palestina
Pasalnya, dalam Nota Keuangan 2021, pemerintah memutuskan untuk menurunkan kuota elpiji 3 kg menjadi 7 juta metrik ton. Padahal, dalam rapat kerja antara Komisi VII DPR dan Kementerian ESDM pada 29 Juni 2020 disepakati jumlah penyediaan elpiji 3 kg berada di rentang 7,5 juta - 7,8 juta metrik ton.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDIP Doni Maryadi menilai, seharusnya kuota elpiji tabung melon meningkat setiap tahunnya. Apalagi, dengan masih belum redanya pandemi Covid-19, sudah seharusnya pemerintah mendukung keberlangsunan masyarakat terdampak.
(Baca Juga: Digunakan Petani, Warga Keluhkan Kelangkaan Elpiji 3 Kg di Wajo)
"Seyogianya kalau melihat yang ada di tahun ini kurang lebih sekitar 7,2 juta - 7,5 juta metrik ton kita naik dengan situasi normal. Saat ini berbeda, situasi enggak normal kondisi masyarakat betul-betul membutuhkan gas 3 kg tadi," katanya dalam gelaran Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR, Rabu (2/9/2020).
Senada dengan Doni, Anggota Komisi VII DPR Fraksi Gerindra Subarna, mengatakan, pandemi Covid-19 mengakibatkan bertambahnya jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Oleh karenanya, elpiji 3 kg seharusnya mengalami peningkatan pada tahun depan. "Dampak Covid adalah kemiskinan, yang diperlukan elpiji 3 kg sudah jelas karena banyak yang miskin," katanya.
Lalu, Anggota DPR dari Fraksi Golkar Maman Abdurahman mengatakan tidak setuju jika penyaluran subsidi elpiji 3 kg yang tidak tepat sasaran harus ditimpakan ke masyarakat dengan mengurangi kuota elpiji 3 kg. Seharusnya, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan DPR yang menjadikan pengawasan penyaluran elpiji 3 kg ini agar tetap sasaran.
(Baca Juga: ESDM: Keringanan Tagihan Tarif Listrik Dorong Roda Ekonomi)
"Saya bilang, selama pemerintah di daerah belum serius pengawasan, konsekuensi logisnya pasti akan naik terus. Kalau mau di angka 7 juta ton, harus serius pengawasannya. Kalau enggak siap, ya harus siap dengan aspirasi ini (naik jadi 7,5 juta MT)," tandasnya.
Lihat Juga: Ilmuwan Berhasil Menerjemahkan Bahasa yang Hilang Ribuan Tahun Milik Leluhur Orang Palestina
(fai)
tulis komentar anda