Menyadari Kelemahan, OJK Akui Butuh Bantuan Fintech Lending
Kamis, 03 September 2020 - 16:26 WIB
JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi siap mendorong kolaborasi pelaku fintech lending dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menyalurkan dana pemulihan ekonomi nasional atau PEN. Pihak regulator menyadari kelemahan data masyarakat menengah bawah yang masih berkategori unbankable.
(Baca Juga: Kewenangan Dipangkas, OJK Melawan )
Sementara data yang dimiliki dari BI dan OJK masih tidak mencukupi kebutuhan penyaluran. Meskipun demikian dia menilai ada beberapa penyesuaian dengan penyaluran SBN ritel yang telah dilakukan AFPI sebelumnya.
"Kita sangat butuh berkolaborasi, khususnya partisipasi penyaluran PEN. Ini sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Nanti kita sesuaikan karena ini beda dengan SBN," ujar Riswinandi dalam webinar tentang peran fintech pendanaan bersama untuk menyalurkan stimulus PEN di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
(Baca Juga: Erick Thohir Tambah Program Baru Demi Percepat Serapan Anggaran PEN )
Dewan Penasihat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Chatib Basri mengatakan, dalam situasi sulit sekarang sangat dibutuhkan kolaborasi antara industri dengan regulator. Hal yang harus dicapai secepatnya adalah quick wins atau langkah cepat untuk hadapi tantangan saat ini.
"Pelaku fintech dari AFPI misalnya punya kekuatan di data. Ini bisa bantu banyak pihak seperti pemerintah atau regulator. Secepatnya kita cari success story bersama regulator. Nantinya itu bisa dikembangkan lagi kedepannya," ujar Chatib dalam kesempatan sama.
(Baca Juga: Gandeng Malaysia, OJK Perkuat Industri Keuangan Digital )
Chatib mengungkapkan, fintech peer to peer lending memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan industri konvensional. Jangkauan fintech lebih luas dibandingkan industri konvensional. “Jadi suka tidak suka akan mengandalkan digital teknologi,” katanya.
Biaya transaksi fintech, tutur Chatib, juga lebih rendah ketimbang perusahaan konvensional. Sebab, tidak seperti perusahaan-perusahaan lama, fintech tidak perlu membuka cabang untuk menjangkau nasabah di berbagai daerah.
Selanjutnya, fintech memiliki penilaian kredit atau credit scoring yang lebih bagus yang membuat biaya pemantauannya lebih kecil. “Ini membuat mereka yang tadinya tidak punya akses pendanaan jadi punya. Sementara kalau pelaku konvensional, mereka terkendala misalnya soal agunan,” ucapnya.
(Baca Juga: Kewenangan Dipangkas, OJK Melawan )
Sementara data yang dimiliki dari BI dan OJK masih tidak mencukupi kebutuhan penyaluran. Meskipun demikian dia menilai ada beberapa penyesuaian dengan penyaluran SBN ritel yang telah dilakukan AFPI sebelumnya.
"Kita sangat butuh berkolaborasi, khususnya partisipasi penyaluran PEN. Ini sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Nanti kita sesuaikan karena ini beda dengan SBN," ujar Riswinandi dalam webinar tentang peran fintech pendanaan bersama untuk menyalurkan stimulus PEN di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
(Baca Juga: Erick Thohir Tambah Program Baru Demi Percepat Serapan Anggaran PEN )
Dewan Penasihat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Chatib Basri mengatakan, dalam situasi sulit sekarang sangat dibutuhkan kolaborasi antara industri dengan regulator. Hal yang harus dicapai secepatnya adalah quick wins atau langkah cepat untuk hadapi tantangan saat ini.
"Pelaku fintech dari AFPI misalnya punya kekuatan di data. Ini bisa bantu banyak pihak seperti pemerintah atau regulator. Secepatnya kita cari success story bersama regulator. Nantinya itu bisa dikembangkan lagi kedepannya," ujar Chatib dalam kesempatan sama.
(Baca Juga: Gandeng Malaysia, OJK Perkuat Industri Keuangan Digital )
Chatib mengungkapkan, fintech peer to peer lending memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan industri konvensional. Jangkauan fintech lebih luas dibandingkan industri konvensional. “Jadi suka tidak suka akan mengandalkan digital teknologi,” katanya.
Biaya transaksi fintech, tutur Chatib, juga lebih rendah ketimbang perusahaan konvensional. Sebab, tidak seperti perusahaan-perusahaan lama, fintech tidak perlu membuka cabang untuk menjangkau nasabah di berbagai daerah.
Selanjutnya, fintech memiliki penilaian kredit atau credit scoring yang lebih bagus yang membuat biaya pemantauannya lebih kecil. “Ini membuat mereka yang tadinya tidak punya akses pendanaan jadi punya. Sementara kalau pelaku konvensional, mereka terkendala misalnya soal agunan,” ucapnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda