Implementasi Ekonomi Digital Perlu Pembenahan
Senin, 14 September 2020 - 08:03 WIB
“Kita mendesak agar UU PDP harus segera disahkan untuk melindungi masyarakat terkait transaksi elektronik atau digital di tengah ekonomi digital,” ujar Tulus.
Dia pun menyebut, sebelum masuk dalam ruang ekonomi digital, seharusnya pemerintah sudah membereskan aspek-aspek regulasi dan kebijakan, khususnya untuk perlindungan pada konsumen. Menurutnya, situasi yang terjadi di Indonesia saat ini terbalik-balik. Pemerintah begitu bernafsu mendorong ekonomi digital, tapi belum menyiapkan aspek infrastruktur regulasi dan kebijakan untuk melindungi konsumen.
Tulus memaparkan, di negara lain justru hal itulah yang digarap terlebih dulu. Menyiapkan infrastruktur regulasinya, kemudian masuk ke ruang yang diharapkan, yaitu ekonomi digital, karena dengan era digital ekonomi memang berpotensi sangat besar dan sangat efisien bagi pedagang dan konsumen.
“Tetapi di situ ada risiko-risiko yang harus diantisipasi konsumen yang menyangkut data pribadi, masalah penipuan, dan sebagainya,” sambungnya. (Baca juga: PSBB Jilid II ala Anies Kantongi Dukungan dari Kadin)
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam setiap transaksi digital. Hal ini sekaligus menandai babak baru potensi pajak di Indonesia.
Deputy Director of Center for Indonesia Taxation (CITA) Ruben Hutabarat mengatakan, secara data formal belum ada pihak mana pun yang menjelaskan terkait potensi digital, sehingga tidak dapat diketahui berapa potensi pajak di sektor digital.
Namun jika berkaca dari total transaksi seluruh dunia dari lima pemain penyelenggara melalui sistem perdagangan elektronik, seharusnya PPN pajak digital akan cukup menyumbang penerimaan negara yang cukup signifikan. “Terutama dari segi penerimaan PPN, karena pada tahap ini pemerintah baru hanya memunguti PPN,” ujar Ruben.
Dia menilai pengenaan PPN penting diterapkan karena hanya ini yang bisa dilakukan oleh pemerintah ketika suatu transaksi terjadi. (Lihat videonya: Peran Ki Gede Sala dalam Berdirinya Kota Solo)
“Tapi juga sebenarnya tidak boleh ditetapkan justru pajak langsungnya, PPh, apalagi seperti tadi disampaikan ke depannya, kita akan melihat fenomena pergeseran transaksi secara online akan lebih banyak terjadi,” pungkasnya. (Aditya Pratama/Heru Febrianto)
Dia pun menyebut, sebelum masuk dalam ruang ekonomi digital, seharusnya pemerintah sudah membereskan aspek-aspek regulasi dan kebijakan, khususnya untuk perlindungan pada konsumen. Menurutnya, situasi yang terjadi di Indonesia saat ini terbalik-balik. Pemerintah begitu bernafsu mendorong ekonomi digital, tapi belum menyiapkan aspek infrastruktur regulasi dan kebijakan untuk melindungi konsumen.
Tulus memaparkan, di negara lain justru hal itulah yang digarap terlebih dulu. Menyiapkan infrastruktur regulasinya, kemudian masuk ke ruang yang diharapkan, yaitu ekonomi digital, karena dengan era digital ekonomi memang berpotensi sangat besar dan sangat efisien bagi pedagang dan konsumen.
“Tetapi di situ ada risiko-risiko yang harus diantisipasi konsumen yang menyangkut data pribadi, masalah penipuan, dan sebagainya,” sambungnya. (Baca juga: PSBB Jilid II ala Anies Kantongi Dukungan dari Kadin)
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam setiap transaksi digital. Hal ini sekaligus menandai babak baru potensi pajak di Indonesia.
Deputy Director of Center for Indonesia Taxation (CITA) Ruben Hutabarat mengatakan, secara data formal belum ada pihak mana pun yang menjelaskan terkait potensi digital, sehingga tidak dapat diketahui berapa potensi pajak di sektor digital.
Namun jika berkaca dari total transaksi seluruh dunia dari lima pemain penyelenggara melalui sistem perdagangan elektronik, seharusnya PPN pajak digital akan cukup menyumbang penerimaan negara yang cukup signifikan. “Terutama dari segi penerimaan PPN, karena pada tahap ini pemerintah baru hanya memunguti PPN,” ujar Ruben.
Dia menilai pengenaan PPN penting diterapkan karena hanya ini yang bisa dilakukan oleh pemerintah ketika suatu transaksi terjadi. (Lihat videonya: Peran Ki Gede Sala dalam Berdirinya Kota Solo)
“Tapi juga sebenarnya tidak boleh ditetapkan justru pajak langsungnya, PPh, apalagi seperti tadi disampaikan ke depannya, kita akan melihat fenomena pergeseran transaksi secara online akan lebih banyak terjadi,” pungkasnya. (Aditya Pratama/Heru Febrianto)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda