Industri Batik Tak Goyah Dihantam Pandemi
Senin, 12 Oktober 2020 - 09:03 WIB
JAKARTA - Masa pandemi Covid-19 tidak menggoyahkan industri batik untuk terus berkibar. Sebagai kerajinan khas Indonesia, batik tidak hanya disukai di dalam negeri, tetapi dengan kualitasnya yang baik juga merambah pasar luar negeri.
Dengan tetap besarnya pangsa pasar ekspor batik inilah pemerintah optimistis industri batik dan kerajinan akan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pemulihan ekonomi nasional karena dampak pandemi Covid-19. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) nilai pengapalan batik pada Januari–Juli 2020 mencapai USD21,54 juta. (Baca: Inilah Pintu-Pintu Surga untuk Perempuan)
Produk batik juga berperan dalam perolehan devisa negara dengan nilai ekspor pada 2019 sebesar USD17,99 juta. Adapun tujuan utama pasar ekspornya ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Doddy Rahadi mengatakan, untuk mendongkrak kontribusi industri batik pada masa pandemi ini, perlu cara berpikir kreatif dan inovatif melalui pemanfaatan teknologi. Selain itu, perlu juga dilakukan optimalisasi sumber daya yang ada sehingga mampu meningkatkan produktivitas serta berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.
“Industri kerajinan dan batik harus mampu juga beradaptasi dengan kebiasaan baru saat ini, atau berbagai perubahan karena dampak pandemi,” kata Doddy di Jakarta, kemarin.
Doddy mengatakan, industri batik merupakan salah satu sektor yang banyak membuka lapangan pekerjaan. Sektor yang didominasi industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra seluruh wilayah Indonesia. “Industri batik mendapat prioritas pengembangan selain karena berbasis budaya lokal, juga dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam penciptaan nilai tambah, dampaknya transaksi perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar,” katanya.
Sementara untuk industri kerajinan jumlahnya lebih dari 700.000 unit usaha dengan menyerap tenaga 1,32 juta orang. Pada 2019, nilai ekspor produk kerajinan nasional menembus hingga USD892 juta atau meningkat 2,6% dibandingkan dengan perolehan tahun 2018 sebesar USD870 juta. (Baca juga: ilkada di Masa Pandemi, Perlu Ada Jaminan dari Penyelenggaran Pemilu)
Dengan pentingnya peran industri batik, Doddy mendorong pelaku usaha dapat ikut memanfaatkan teknologi modern dalam mendongkrak produktivitas dan kualitas secara lebih efisien. Hal ini sesuai dengan implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Dengan proses produksi yang inovatif, efektif, dan efisien, menjadikan pelaku industri selalu melakukan kreasi tiada henti sehingga produktivitasnya akan meningkat dan akhirnya juga daya saingnya turut terdongkrak,” ujarnya.
Dengan tetap besarnya pangsa pasar ekspor batik inilah pemerintah optimistis industri batik dan kerajinan akan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pemulihan ekonomi nasional karena dampak pandemi Covid-19. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) nilai pengapalan batik pada Januari–Juli 2020 mencapai USD21,54 juta. (Baca: Inilah Pintu-Pintu Surga untuk Perempuan)
Produk batik juga berperan dalam perolehan devisa negara dengan nilai ekspor pada 2019 sebesar USD17,99 juta. Adapun tujuan utama pasar ekspornya ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Doddy Rahadi mengatakan, untuk mendongkrak kontribusi industri batik pada masa pandemi ini, perlu cara berpikir kreatif dan inovatif melalui pemanfaatan teknologi. Selain itu, perlu juga dilakukan optimalisasi sumber daya yang ada sehingga mampu meningkatkan produktivitas serta berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.
“Industri kerajinan dan batik harus mampu juga beradaptasi dengan kebiasaan baru saat ini, atau berbagai perubahan karena dampak pandemi,” kata Doddy di Jakarta, kemarin.
Doddy mengatakan, industri batik merupakan salah satu sektor yang banyak membuka lapangan pekerjaan. Sektor yang didominasi industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra seluruh wilayah Indonesia. “Industri batik mendapat prioritas pengembangan selain karena berbasis budaya lokal, juga dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam penciptaan nilai tambah, dampaknya transaksi perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar,” katanya.
Sementara untuk industri kerajinan jumlahnya lebih dari 700.000 unit usaha dengan menyerap tenaga 1,32 juta orang. Pada 2019, nilai ekspor produk kerajinan nasional menembus hingga USD892 juta atau meningkat 2,6% dibandingkan dengan perolehan tahun 2018 sebesar USD870 juta. (Baca juga: ilkada di Masa Pandemi, Perlu Ada Jaminan dari Penyelenggaran Pemilu)
Dengan pentingnya peran industri batik, Doddy mendorong pelaku usaha dapat ikut memanfaatkan teknologi modern dalam mendongkrak produktivitas dan kualitas secara lebih efisien. Hal ini sesuai dengan implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Dengan proses produksi yang inovatif, efektif, dan efisien, menjadikan pelaku industri selalu melakukan kreasi tiada henti sehingga produktivitasnya akan meningkat dan akhirnya juga daya saingnya turut terdongkrak,” ujarnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda