Audit BPK Bisa Pengaruhi Kepercayaan Masyarakat kepada Bank

Jum'at, 08 Mei 2020 - 10:41 WIB
Ekonom menyebut dibukanya informasi terkait bank oleh BPK dapat menimbulkan opini publik yang kontraproduktif. Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari CORE Piter Abdullah mengkritisi sikap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyampaikan ke publik hasil Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II tahun 2019. Dalam laporannya BPK menyampaikan rapor merah OJK, khususnya terkait pengawasan bank.

BPK bahkan menyampaikan bahwa pengawasan OJK terhadap beberapa bank tidak sesuai ketentuan. Catatan BPK tersebut harus dilihat sebagai masukan yang konstruktif bagi OJK.

"Namun hasil audit mengenai informasi individual bank menurut saya tidak tepat untuk disampaikan ke publik. Terutama sekali di tengah kondisi sistem perbankan yang penuh tekanan begitu besar akibat wabah covid-19 saat ini," ujar Piter di Jakarta, Jumat (8/5/2020).

Dia menambahkan ada risiko pengumuman yang dilakukan BPK itu terhadap opini publik yang kontraproduktif. Masyarakat seharusnya tidak digiring untuk mempersepsikan hasil audit BPK dan menjadikannya sebagai ukuran tingkat kesehatan secara keseluruhan bagi bank-bank tertentu.



"Persepsi yang salah atas nama bank dimaksud dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat apalagi bila ditangkap berlebihan bisa memancing efek berantai ke industri perbankan. Ini bisa sangat membahayakan sistem perbankan. Sekali lagi justru saat kita harus berjuang keras menjaga kestabilan sistem perbankan," ujarnya.

Lebih jauh dia mengingatkan kondisi saat ini akibat pandemi covid-19 yang menghantam semua negara. Perekonomian nasional dalam tekanan bahkan di ambang resesi. Kalau salah melangkah Indonesia bisa jatuh ke jurang krisis. "Untuk menghindari resesi bahkan krisis ekonomi, kita sangat butuh kekompakan dengan semangat yang positif. Termasuk juga melihat kondisi perbankan kita saat ini. Kita harus yakin sistem perbankan kita kuat dan mampu melalui masa-masa sulit ini," ujarnya.

Secara objektif harus diakui bahwa kinerja perbankan sampai dengan Maret masih stabil dan positif. Berdasarkan data OJK kredit perbankan tumbuh sebesar 7,95% yoy, DPK perbankan tumbuh sebesar 9,54% yoy. Kemudian permodalan dan likuiditas masih memadai dengan CAR perbankan sebesar 21,77% dan rasio alat likuid/non-core deposit terpantau di level 112,90%. Profil risiko masih terjaga dengan NPL sebesar 2,77%.

"Stabilitas sistem perbankan ini tidak bisa dilepaskan dari pengawasan bank secara prudent. Ini dirintis pascakrisis 1998/1999 oleh Bank Indonesia dan dilanjutkan oleh OJK," tuturnya.

Indonesia pada saat ini, lanjutnya, sangat membutuhkan OJK untuk fokus menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya sektor perbankan. Sejauh ini OJK juga sudah bekerja keras mengurangi tekanan NPL perbankan melalui kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit.

Dengan kebijakan kelonggaran restrukturisasi kredit, sejak bulan Maret, bank bisa menghindari terjadinya permasalahan permodalan bank. Sehingga kredit yang direstrukturisasi ditandai dan otomatis masuk kategori lancar. Sementara di sisi lain restrukturisasi kredit juga akan mengurangi beban likuiditas para pengusaha kecil yang sangat penting.

"Dengan adanya kebijakan ini dunia usaha banyak terbantu untuk bisa bertahan saat ini. Semoga nanti juga kembali bangkit saat wabah Covid-19 usai," tandasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More