Pelaku IHT Minta Dilibatkan Terkait Kenaikan Cukai
Jum'at, 30 Oktober 2020 - 12:15 WIB
JAKARTA - Industri hasil tembakau (IHT) , salah satu industri strategis nasional yang terpukul dan terpuruk akibat wabah Covid-19. Keterpurukan semakin bertambah setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/ 2019 yang telah menaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok masing-masing sebesar 23% dan 35%.
Apabila tahun 2021 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sama, IHT dikhawatirkan akan semakin babak belur. Itu berarti ribuan tenaga kerja IHT termasuk para petaninya akan kehilangan pekerjaan. (Baca: 4 Golongan Manusia yang Tertipu dengan Ilmu)
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji mengatakan tahun ini kesejahteraan petani tembakau sudah hancur akibat harga jual tembakau yang rendah. Harga jual tembakau rendah karena pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan cukai dan harga jual eceran yang sangat tinggi di tahun 2019 yang berlaku mulai April 2020.
“Akibatnya harga rokok juga tinggi. Daya beli masyarakat sedang menurun karena adanya wabah Covid. Produksi dan penjualan rokok menurun. Jika benar akan ada kenaikan harga cukai, kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat industri hasil tembakau di Tanah Air akan makin parah,” kata Agus dalam rilisnya di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, akibat kebijakan kenaikan cukai yang tinggi saat ini para petani tembakau mengalami kesulitan melanjutkan mata pencaharian di bidang perkebunan tembakau. Apalagi di masa pandemi Covid-19, petani tembakau perlu bertahan hidup dari himpitan ekonomi akibat Covid 19. (Baca juga: Sepakat Tingkatkan Kerja Sama, RI-AS Kian Mesra)
Kondisi ini seharusnya menjadi kajian dan perhatian pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. “Petani dan buruh industri tembakau sudah menderita kok cukai malah mau dinaikkan lagi?” tanya Agus.
Menurut dia, pemerintah hanya sepihak dalam mengambil kebijakan cukai. Pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam wacana kenaikan cukai rokok ini. Padahal, seharusnya pemerintah mengajak semua pihak untuk duduk bersama.
“Kalau penyerapan industri tembakau melemah apa pemerintah mau beli hasil tembakau kami? Jangan hanya buat kebijakan tapi tidak ada solusi bagi permasalahan ekonomi masyarakat petani dan buruh industri hasil tembakau,” tegasnya.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sudarto menambahkan kenaikan cukai tahun 2020 yang mencekik ditambah dengan mewabahnya pandemi Covid-19, telah membuat kondisi IHT semakin tertekan dan tidak menentu. (Lihat videonya: Buaya Raksasa Tertangkap Warga di Bangka Belitung)
Imbasnya dari kenaikan cukai di tahun 2020, para pekerja, anggota FSP RTMM SPSI yang terlibat dalam sektor industri IHT telah mengalami penurunan penghasilan akibat adanya penurunan produksi rokok. Bahkan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan.
“Penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan dan tentu daya beli pekerja. Pertanyaannya, dimanakah peran Pemerintah untuk melindungi rakyatnya, khususnya pekerja yang menggantungkan penghidupannya dari industri legal ini?,” ungkap Sudarto. (Heru Febrianto)
Apabila tahun 2021 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sama, IHT dikhawatirkan akan semakin babak belur. Itu berarti ribuan tenaga kerja IHT termasuk para petaninya akan kehilangan pekerjaan. (Baca: 4 Golongan Manusia yang Tertipu dengan Ilmu)
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji mengatakan tahun ini kesejahteraan petani tembakau sudah hancur akibat harga jual tembakau yang rendah. Harga jual tembakau rendah karena pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan cukai dan harga jual eceran yang sangat tinggi di tahun 2019 yang berlaku mulai April 2020.
“Akibatnya harga rokok juga tinggi. Daya beli masyarakat sedang menurun karena adanya wabah Covid. Produksi dan penjualan rokok menurun. Jika benar akan ada kenaikan harga cukai, kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat industri hasil tembakau di Tanah Air akan makin parah,” kata Agus dalam rilisnya di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, akibat kebijakan kenaikan cukai yang tinggi saat ini para petani tembakau mengalami kesulitan melanjutkan mata pencaharian di bidang perkebunan tembakau. Apalagi di masa pandemi Covid-19, petani tembakau perlu bertahan hidup dari himpitan ekonomi akibat Covid 19. (Baca juga: Sepakat Tingkatkan Kerja Sama, RI-AS Kian Mesra)
Kondisi ini seharusnya menjadi kajian dan perhatian pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. “Petani dan buruh industri tembakau sudah menderita kok cukai malah mau dinaikkan lagi?” tanya Agus.
Menurut dia, pemerintah hanya sepihak dalam mengambil kebijakan cukai. Pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam wacana kenaikan cukai rokok ini. Padahal, seharusnya pemerintah mengajak semua pihak untuk duduk bersama.
“Kalau penyerapan industri tembakau melemah apa pemerintah mau beli hasil tembakau kami? Jangan hanya buat kebijakan tapi tidak ada solusi bagi permasalahan ekonomi masyarakat petani dan buruh industri hasil tembakau,” tegasnya.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sudarto menambahkan kenaikan cukai tahun 2020 yang mencekik ditambah dengan mewabahnya pandemi Covid-19, telah membuat kondisi IHT semakin tertekan dan tidak menentu. (Lihat videonya: Buaya Raksasa Tertangkap Warga di Bangka Belitung)
Imbasnya dari kenaikan cukai di tahun 2020, para pekerja, anggota FSP RTMM SPSI yang terlibat dalam sektor industri IHT telah mengalami penurunan penghasilan akibat adanya penurunan produksi rokok. Bahkan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan.
“Penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan dan tentu daya beli pekerja. Pertanyaannya, dimanakah peran Pemerintah untuk melindungi rakyatnya, khususnya pekerja yang menggantungkan penghidupannya dari industri legal ini?,” ungkap Sudarto. (Heru Febrianto)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda