Pandemi Bikin Pola Konsumsi Pangan Berubah, Awas Ancam Daya Serap Produk Petani
Senin, 09 November 2020 - 21:10 WIB
JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah mengubah pola konsumsi di sektor pangan. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi mengatakan, perubahan pola konsumsi pangan ini terjadi karena pengaruh daya beli masyarakat khususnya terhadap konsumsi 9 bahan pokok.
"Contohnya telur. Kalkulasi kami ada perubahan penurunan pola konsumsi telur sebesar 12%. Begitu juga komoditas yang lain. Ini tentu akan memengaruhi daya serap daripada produksi petani kita," ujarnya dalam webinar Ketahanan dan Swasembada Pangan Indonesia 2045, Senin (9/11/2020).
(Baca Juga: Kementan Gunakan Tiga Jurus Ampuh Hadapi Penduduk yang Doyan Makan )
Agung melanjutkan, pandemi Covid-19 juga menghambat distribusi pangan ke daerah-daerah yang kekurangan untuk komoditas tertentu. "Tidak semua provinsi itu surplus. Ada provinsi yang defisit untuk komoditas tertentu sehingga bagaimana kami mampu mendistribusikan dengan baik khususnya pada saat PSBB beberapa waktu lalu," jelasnya.
Menurut dia, ada juga kecenderungan perubahan pola harga yang tidak berpola untuk komoditas pangan. Harga ini tidak bisa diprediksi karena adanya perubahan suplai dan permintaan.
(Baca Juga: Jumlah Penduduk Bertambah, Sektor Pertanian Kian Penting )
"Terjadi pula perubahan transaksi dari offline ke online. Untuk itu, kami membuka kesempatan seluas-luasnya kepada para kelompok tani untuk melahirkan start up bidang distribusi pangan. Kami juga bekerja sama dengan marketplace untuk memasarkan produk-produk petani kita," tuturnya.
Agung menambahkan, pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga kapasitas dan kemampuan produksi petani. Selain itu, memfasilitasi kelancaran arus perdagangan pangan dan produk pertanian.
"Langkah-langkah yang kami lakukan antara lain peningkatan kapasitas produksi, perluasan area tanaman baru, diversifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal, pemanfaatan pangan lokal, dan pemanfaatan lahan pekarangan dan urban farming," tandasnya.
"Contohnya telur. Kalkulasi kami ada perubahan penurunan pola konsumsi telur sebesar 12%. Begitu juga komoditas yang lain. Ini tentu akan memengaruhi daya serap daripada produksi petani kita," ujarnya dalam webinar Ketahanan dan Swasembada Pangan Indonesia 2045, Senin (9/11/2020).
(Baca Juga: Kementan Gunakan Tiga Jurus Ampuh Hadapi Penduduk yang Doyan Makan )
Agung melanjutkan, pandemi Covid-19 juga menghambat distribusi pangan ke daerah-daerah yang kekurangan untuk komoditas tertentu. "Tidak semua provinsi itu surplus. Ada provinsi yang defisit untuk komoditas tertentu sehingga bagaimana kami mampu mendistribusikan dengan baik khususnya pada saat PSBB beberapa waktu lalu," jelasnya.
Menurut dia, ada juga kecenderungan perubahan pola harga yang tidak berpola untuk komoditas pangan. Harga ini tidak bisa diprediksi karena adanya perubahan suplai dan permintaan.
(Baca Juga: Jumlah Penduduk Bertambah, Sektor Pertanian Kian Penting )
"Terjadi pula perubahan transaksi dari offline ke online. Untuk itu, kami membuka kesempatan seluas-luasnya kepada para kelompok tani untuk melahirkan start up bidang distribusi pangan. Kami juga bekerja sama dengan marketplace untuk memasarkan produk-produk petani kita," tuturnya.
Agung menambahkan, pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga kapasitas dan kemampuan produksi petani. Selain itu, memfasilitasi kelancaran arus perdagangan pangan dan produk pertanian.
"Langkah-langkah yang kami lakukan antara lain peningkatan kapasitas produksi, perluasan area tanaman baru, diversifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal, pemanfaatan pangan lokal, dan pemanfaatan lahan pekarangan dan urban farming," tandasnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda