ASEAN, China, Jepang Bersatu Siap Kuasai Ekonomi
Senin, 16 November 2020 - 06:05 WIB
Kesepakatan tersebut akan menandai kekuatan ekonomi Asia Timur seperti China, Jepang, dan Korea Selatan dalam kesepakatan perdagangan bebas . Jepang, yang selama ini dikenal alot jika menyangkut perdagangan bebas, terutama di sektor pertanian, pun menyambut baik. Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menyatakan mendukung zona ekonomi yang bebas, adil, dan luas.
Bagi China, Jepang, Korsel dan Australia, RCEP menjadi solusi di tengah ketidakpastian TPP. Apalagi Presiden AS terpilih, Joe Biden, belum menyatakan akan kembali bergabung dengan TPP. Alih-alih membuka kerja sama ekonomi luar negeri, Biden justru memilih memberdayakan ekonomi dalam negerinya dan fokus menangani pandemi virus corona. "Saya tidak yakin ada fokus perdagangan secara luas, termasuk bergabung dengan kelompok pengganti TPP," kata Charles Freeman, wakil presiden Kamar Dagang AS untuk Asia. Dia mengatakan, Biden akan fokus pada penganan virus corona. (Baca juga: ITS Buat Pakan ternak dari Fermenasi Limbah Pertanian)
Kepala Kebijakan Perdagangan Multilaateral Departemen Perdagangan Vietnam, Luong Hoang Thai, mengatakan, RCEP akan membantu dan mengurangi tarif perdagangan, industri, dan produk pertanian.
Sementara itu, India yang sebelumnya terlibat dalam perundingan memilih mundur dari RCEP pada November lalu. Tapi, ASEAN menyatakan pintu masih terbuka bagi New Delhi untuk bergabung kembali. "Proses negosiasi itu diwarnai dengan darah, keringat, dan air mata. Akhirnya kita mencapai momen saat kita akan menandatangani kesepakatan RCEP," kata menteri perdagangan Malaysia Mohamed Azmin Ali.
Dia mengatakan, kesepakatan RCEP akan memilih membuka pasar di tengah upaya proteksionisme di waktu yang sulit seperti sekarang ini.
Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong menyambut penandatanganan RCEP sebagai kemajuan penting dan mengucapkan selamat kepada 15 negara yang berpartisipasi. "Kita mencapai loncatan besar penandatanganan kesepakatan hari ini (kemarin). Itu membutuhkan delapan tahun, 46 pertemuan negosiasi, 19 pertemuan menteri untuk mencapai di sini," katanya.
Lee mengungkapkan, RCEP menjadi kemajuan besar bagi dunia di tengah pertumbuhan global yang melambat. Implementasi kesepakatan dan mendorong bisnis untuk bisa mendapatkan keuntungan ketika kesepakatan dimulai. "Saya tidak meragukan bahwa RCEP memberikan kelebihan bagi kita," ujarnya. (Baca juga: Tren Selfie Maut: Narsis Berujung Nyawa Melayang)
Namun, dalam pandangan Jeffrey Wilson, direktur penelitian Perth USAsia Center, RCEP membutuhkan serangkaian aturan yang memfasilitas investasi dan kepentingan bisnis lain di kawasan Asia-Pasifik. "RCEP memang platform lebih untuk mengatasi penanganan Indo-Pasifik selepas pandemi korona," katanya.
Harus Hati-Hati
Di lain pihak, anggota Komisi VI DPR Marwan Jafar mengingatkan pemerintah untuk hati-hati dalam melangkah seiring kesepakatan RCEP. Apalagi lima negara di luar ASEAN merupakan raksasa ekonomi dunia seperti China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Kesepakatan itu seperti dua sisi mata pisau yang bisa menguntungkan dan merugikan Indonesia.
Bagi China, Jepang, Korsel dan Australia, RCEP menjadi solusi di tengah ketidakpastian TPP. Apalagi Presiden AS terpilih, Joe Biden, belum menyatakan akan kembali bergabung dengan TPP. Alih-alih membuka kerja sama ekonomi luar negeri, Biden justru memilih memberdayakan ekonomi dalam negerinya dan fokus menangani pandemi virus corona. "Saya tidak yakin ada fokus perdagangan secara luas, termasuk bergabung dengan kelompok pengganti TPP," kata Charles Freeman, wakil presiden Kamar Dagang AS untuk Asia. Dia mengatakan, Biden akan fokus pada penganan virus corona. (Baca juga: ITS Buat Pakan ternak dari Fermenasi Limbah Pertanian)
Kepala Kebijakan Perdagangan Multilaateral Departemen Perdagangan Vietnam, Luong Hoang Thai, mengatakan, RCEP akan membantu dan mengurangi tarif perdagangan, industri, dan produk pertanian.
Sementara itu, India yang sebelumnya terlibat dalam perundingan memilih mundur dari RCEP pada November lalu. Tapi, ASEAN menyatakan pintu masih terbuka bagi New Delhi untuk bergabung kembali. "Proses negosiasi itu diwarnai dengan darah, keringat, dan air mata. Akhirnya kita mencapai momen saat kita akan menandatangani kesepakatan RCEP," kata menteri perdagangan Malaysia Mohamed Azmin Ali.
Dia mengatakan, kesepakatan RCEP akan memilih membuka pasar di tengah upaya proteksionisme di waktu yang sulit seperti sekarang ini.
Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong menyambut penandatanganan RCEP sebagai kemajuan penting dan mengucapkan selamat kepada 15 negara yang berpartisipasi. "Kita mencapai loncatan besar penandatanganan kesepakatan hari ini (kemarin). Itu membutuhkan delapan tahun, 46 pertemuan negosiasi, 19 pertemuan menteri untuk mencapai di sini," katanya.
Lee mengungkapkan, RCEP menjadi kemajuan besar bagi dunia di tengah pertumbuhan global yang melambat. Implementasi kesepakatan dan mendorong bisnis untuk bisa mendapatkan keuntungan ketika kesepakatan dimulai. "Saya tidak meragukan bahwa RCEP memberikan kelebihan bagi kita," ujarnya. (Baca juga: Tren Selfie Maut: Narsis Berujung Nyawa Melayang)
Namun, dalam pandangan Jeffrey Wilson, direktur penelitian Perth USAsia Center, RCEP membutuhkan serangkaian aturan yang memfasilitas investasi dan kepentingan bisnis lain di kawasan Asia-Pasifik. "RCEP memang platform lebih untuk mengatasi penanganan Indo-Pasifik selepas pandemi korona," katanya.
Harus Hati-Hati
Di lain pihak, anggota Komisi VI DPR Marwan Jafar mengingatkan pemerintah untuk hati-hati dalam melangkah seiring kesepakatan RCEP. Apalagi lima negara di luar ASEAN merupakan raksasa ekonomi dunia seperti China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Kesepakatan itu seperti dua sisi mata pisau yang bisa menguntungkan dan merugikan Indonesia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda