Dirumahkan? Coba Peluang Usaha yang Ditawarkan Startup Ini
Senin, 11 Mei 2020 - 09:27 WIB
Menurutnya, selain dapat menambah penghasilan semua orang di tenah kondisi perlambatan ekonomi saat ini, setiap rumah tangga juga dapat berpartisipasi mengurangi sampah plastik.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia (INAPLAS), volume sampah plastik di Indonesia pada 2017 sebanyak 5,76 juta ton. Sampah plastik itu terdiri atas daur ulang 1,66 juta ton, impor 1,79 juta ton, dan produksi dalam negeri 2,31 juta ton. Berdasarkan data INAPLAS, konsumsi plastik di Indonesia akan terus meningkat dengan proyeksi pada 2030 naik menjadi 11,07 juta ton dari 2017 sebanyak 5,76 juta ton.
Secara terpisah, Waki Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Sampah Plastik Indonesia (ADUPI) Justin Wiganda menjelaskan bahwa selama pelaksanaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah, terjadi perubahan jumlah dan lokasi sampah plastik.
"Bekerja dari rumah, selain itu perkantoran, ritel, mal, restoran, toko-toko banyak tidak beroperasi sehingga terjadi pergeseran sampah. Selain itu, bahan baku daur ulang berubah secara volume, kualitas, dan lokasi," katanya. Dia berharap agar kondisi berangsur normal setelah Lebaran sehingga industri daur ulang bisa beraktivitas kembali secara normal.
Sepudin Zuhri, pemilik Alala Recycling, pengolahan sampah plastik jenis polyethylene terephtalate (PET) di Kabupaten Bogor, menilai bahwa terjadi pergeseran lokasi sampah selama pandemi Covid-19 karena terjadi perubahan aktivitas, yaitu tetap tinggal di rumah atau bekerja dari rumah.
"Saat kondisi normal, sampah plastik banyak berasal dari perkantoran, mal, restoran, hotel, dan lainnya. Namun, sekarang banyak perkantoran yang tutup karena bekerja dari rumah sehingga sampah plastik justru banyak berasal dari rumah tangga," ujarnya.
Menurutnya, kondisi saat ini bisa menjadi momentum untuk edukasi memilah sampah dari rumah tangga sehingga memudahkan proses daur ulang. "Jika sampah sudah dipilah dari rumah tangga, biaya daur ulang akan lebih efisien karena sampah plastik tidak tercampur dengan jenis sampah lainnya sehingga lebih bersih," ujarnya.
Selain memilah, menurutnya, setiap rumah tangga dapat menjual sampah plastik melalui aplikasi digital seperti Mountrash sehingga menambah pemasukan keluarga di tengah kondisi perlambatan ekonomi saat ini.
Sepudin mengakui bahwa pandemi Covid-19 telah memukul industri daur ulang karena permintaan baik bahan baku maupun produk daur ulang terjadi penurunan. Namun, dia meyakini bahwa kondisi ini akan segera berakhir dan normal kembali.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia (INAPLAS), volume sampah plastik di Indonesia pada 2017 sebanyak 5,76 juta ton. Sampah plastik itu terdiri atas daur ulang 1,66 juta ton, impor 1,79 juta ton, dan produksi dalam negeri 2,31 juta ton. Berdasarkan data INAPLAS, konsumsi plastik di Indonesia akan terus meningkat dengan proyeksi pada 2030 naik menjadi 11,07 juta ton dari 2017 sebanyak 5,76 juta ton.
Secara terpisah, Waki Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Sampah Plastik Indonesia (ADUPI) Justin Wiganda menjelaskan bahwa selama pelaksanaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah, terjadi perubahan jumlah dan lokasi sampah plastik.
"Bekerja dari rumah, selain itu perkantoran, ritel, mal, restoran, toko-toko banyak tidak beroperasi sehingga terjadi pergeseran sampah. Selain itu, bahan baku daur ulang berubah secara volume, kualitas, dan lokasi," katanya. Dia berharap agar kondisi berangsur normal setelah Lebaran sehingga industri daur ulang bisa beraktivitas kembali secara normal.
Sepudin Zuhri, pemilik Alala Recycling, pengolahan sampah plastik jenis polyethylene terephtalate (PET) di Kabupaten Bogor, menilai bahwa terjadi pergeseran lokasi sampah selama pandemi Covid-19 karena terjadi perubahan aktivitas, yaitu tetap tinggal di rumah atau bekerja dari rumah.
"Saat kondisi normal, sampah plastik banyak berasal dari perkantoran, mal, restoran, hotel, dan lainnya. Namun, sekarang banyak perkantoran yang tutup karena bekerja dari rumah sehingga sampah plastik justru banyak berasal dari rumah tangga," ujarnya.
Menurutnya, kondisi saat ini bisa menjadi momentum untuk edukasi memilah sampah dari rumah tangga sehingga memudahkan proses daur ulang. "Jika sampah sudah dipilah dari rumah tangga, biaya daur ulang akan lebih efisien karena sampah plastik tidak tercampur dengan jenis sampah lainnya sehingga lebih bersih," ujarnya.
Selain memilah, menurutnya, setiap rumah tangga dapat menjual sampah plastik melalui aplikasi digital seperti Mountrash sehingga menambah pemasukan keluarga di tengah kondisi perlambatan ekonomi saat ini.
Sepudin mengakui bahwa pandemi Covid-19 telah memukul industri daur ulang karena permintaan baik bahan baku maupun produk daur ulang terjadi penurunan. Namun, dia meyakini bahwa kondisi ini akan segera berakhir dan normal kembali.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda