Gelombang Penolakan Kenaikan Cukai Rokok di 2021 Makin Besar
Jum'at, 20 November 2020 - 19:52 WIB
JAKARTA - Dua organisasi industri hasil tembakau (IHT) besar di tanah air, masing-masing Forum masyarakat Industri rokok seluruh Indonesia (Formasi) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) , tetap menolak rencana kenaikan cukai tembakau di tahun 2021. Alasannya, rencana kenaikan cukai tidak akan efektif menaikan penerimaan negara.
Semakin cukai rokok naik, harga rokok menjadi semakin tinggi, penjualan rokok menjadi semakin susah. Akhirnya yang laku di pasaran adalah rokok rokok illegal yang tidak menggunakan label cukai. Akibatnya penerimaan negara dari sisi cukai juga akan menurun drastis.
Hal tersebuat disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Formasi JP Suhardjo, Ketua APTI Jawa Barat. Suryana, dan Ketua APTI Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminudin, kepada pers di Jakarta.
“Seluruh anggota Formasi, merasa berat jika tarif cukai naik. Kenaikan tarif cukai tidak akan efektif terhadap penerimaan negara. Sebab selama ini peredaran rokok ilegal semakin marak. Kalau tarif cukai naik, ini malah memberi rongga kepada pelaku ilegal untuk giat produksi,” papar Sekjen Formasi JP Suhardjo.
(Baca Juga: Kenaikan Harga Rokok, Menkeu: Tinggal Tunggu Waktu )
Menurut Suhardjo, pemerintah harus mempertimbangkan perlindungan kepada pabrikan menengah kecil sebelum mengeluarkan kebijakan. Jika ada pertimbangan target penerimaan negara, pihaknya tidak memungkiri hal itu. Namun tentu sasarannya bukan rokok saja, ada bidang lain yang bisa dikelola.
Saat ini anggota Formasi mencapai sekitar 60-70 pabrikan. Jumlah buruhnya lebih dari 30 ribu orang. 70% dari anggota Formasi masih bertahan. Seharusnya para pabrik rokok yang tetap mempekerjakan para buruhnya diberikan perlindungan. Bukan malah dimatikan lewat kenaikan tarif cukai rokok yang besar setiap tahunnya.
“Kenaikan tarif cukai memberatkan industri, rokok. Karena itu, Idealnya tarif cukai tetap, itu lebih baik. Tidak dinaikan. Apalagi karena ini masa COVID, semua kena pengaruhnya. Semua sektor lesu. Kalau tarif cukai naik, saya tidak tahu lagi, bisa semakin banyak yang gulung tikar,” jelasnya.
Menurut Sekjen Formasi, jika pemerintah tetap menaikan cukai rokok akan muncul efek domino. Sektor lain juga kena, petani juga kena. Terdampak semua.
Semakin cukai rokok naik, harga rokok menjadi semakin tinggi, penjualan rokok menjadi semakin susah. Akhirnya yang laku di pasaran adalah rokok rokok illegal yang tidak menggunakan label cukai. Akibatnya penerimaan negara dari sisi cukai juga akan menurun drastis.
Hal tersebuat disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Formasi JP Suhardjo, Ketua APTI Jawa Barat. Suryana, dan Ketua APTI Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminudin, kepada pers di Jakarta.
“Seluruh anggota Formasi, merasa berat jika tarif cukai naik. Kenaikan tarif cukai tidak akan efektif terhadap penerimaan negara. Sebab selama ini peredaran rokok ilegal semakin marak. Kalau tarif cukai naik, ini malah memberi rongga kepada pelaku ilegal untuk giat produksi,” papar Sekjen Formasi JP Suhardjo.
(Baca Juga: Kenaikan Harga Rokok, Menkeu: Tinggal Tunggu Waktu )
Menurut Suhardjo, pemerintah harus mempertimbangkan perlindungan kepada pabrikan menengah kecil sebelum mengeluarkan kebijakan. Jika ada pertimbangan target penerimaan negara, pihaknya tidak memungkiri hal itu. Namun tentu sasarannya bukan rokok saja, ada bidang lain yang bisa dikelola.
Saat ini anggota Formasi mencapai sekitar 60-70 pabrikan. Jumlah buruhnya lebih dari 30 ribu orang. 70% dari anggota Formasi masih bertahan. Seharusnya para pabrik rokok yang tetap mempekerjakan para buruhnya diberikan perlindungan. Bukan malah dimatikan lewat kenaikan tarif cukai rokok yang besar setiap tahunnya.
“Kenaikan tarif cukai memberatkan industri, rokok. Karena itu, Idealnya tarif cukai tetap, itu lebih baik. Tidak dinaikan. Apalagi karena ini masa COVID, semua kena pengaruhnya. Semua sektor lesu. Kalau tarif cukai naik, saya tidak tahu lagi, bisa semakin banyak yang gulung tikar,” jelasnya.
Menurut Sekjen Formasi, jika pemerintah tetap menaikan cukai rokok akan muncul efek domino. Sektor lain juga kena, petani juga kena. Terdampak semua.
tulis komentar anda