Fintech Ilegal Jerumuskan Warga ke Jurang Kemiskinan
Selasa, 08 Desember 2020 - 15:38 WIB
JAKARTA - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat financial technology (fintech) ilegal masih banyak di Indonesia. Ketua BPKN Rizal E Halim menyebut, ada empat negara asing yang menawarkan produk jasa keuangan yang belum mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ( Baca juga:Marak Fintech Ilegal yang Meresahkan, Kenali Ciri-cirinya! )
"Ini juga hasil wawancara kami dengan Satgas Waspada investasi OJK, bahwa 50% penyelenggara fintech asing ilegal berasal dari empat negara besar, yaitu China, Amerika Serikat, Singapura, dan Malaysia. Inilah yang menjadi momok bagi masyarakat dan konsumen kita yang setiap hari menghadapi tawaran dari fintech ilegal ini,” kata Rizal dalam video virtual, Selasa (8/12/2020).
Menurutnya, kondisi tersebut bukan berarti permasalahan tersebut tidak bisa diatasi. Sebab, OJK harus terus melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat terkait fintech sampai pinjaman online lainnya.
"Kita bersama-sama mengurangi kehadiran fintech ilegal," jelasnya.
Lalu, pentingnya literasi tersebut dilakukan karena pengetahuan atau pemahaman masyarakat mengenai fintech masih rendah. Alhasil, banyak yang tidak mengetahui fintech yang berizin dan tidak. ( Baca juga:Terjerat Narkoba, Iyut Bing Slamet: Kalau Sudah Kena, Sakit Jiwa, Dipenjara, dan Mati )
“Literasi rendah. Kemudian kita membombardir masyarakat dengan jasa fintech seperti ini maka yang terjadi adalah menjebak masyarakat pengguna, konsumen, menjebak ke utang. Ketika utang menumpuk maka akan menjerumuskan masyarakat kita ke jurang kemiskinan,” tandasnya.
"Ini juga hasil wawancara kami dengan Satgas Waspada investasi OJK, bahwa 50% penyelenggara fintech asing ilegal berasal dari empat negara besar, yaitu China, Amerika Serikat, Singapura, dan Malaysia. Inilah yang menjadi momok bagi masyarakat dan konsumen kita yang setiap hari menghadapi tawaran dari fintech ilegal ini,” kata Rizal dalam video virtual, Selasa (8/12/2020).
Menurutnya, kondisi tersebut bukan berarti permasalahan tersebut tidak bisa diatasi. Sebab, OJK harus terus melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat terkait fintech sampai pinjaman online lainnya.
"Kita bersama-sama mengurangi kehadiran fintech ilegal," jelasnya.
Lalu, pentingnya literasi tersebut dilakukan karena pengetahuan atau pemahaman masyarakat mengenai fintech masih rendah. Alhasil, banyak yang tidak mengetahui fintech yang berizin dan tidak. ( Baca juga:Terjerat Narkoba, Iyut Bing Slamet: Kalau Sudah Kena, Sakit Jiwa, Dipenjara, dan Mati )
“Literasi rendah. Kemudian kita membombardir masyarakat dengan jasa fintech seperti ini maka yang terjadi adalah menjebak masyarakat pengguna, konsumen, menjebak ke utang. Ketika utang menumpuk maka akan menjerumuskan masyarakat kita ke jurang kemiskinan,” tandasnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda