Industri Minyak Nabati Dukung Penerapan Tarif Pungutan Ekspor Sawit
Jum'at, 11 Desember 2020 - 23:12 WIB
Sementara itu, konsumsi sawit di dalam negeri pada 2020 hanya mencapai 17,2 juta ton. Terdiri dari, penggunaan untuk pangan berjumlah 8,3 juta ton. Di sektor non pangan (oleokimia), konsumsi sawit sebesar 1,5 juta ton dan pemakaian sawit untuk biodiesel sebesar 7,3 juta ton.
(Baca juga:Ironis, Petani Sawit Subsidi Industri Biodiesel)
Di pasar ekspor, Indonesia tidak lagi dikenal sebagai pemain ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Karena, PMK 191/2020 mendorong ekspor minyak sawit di sektor hilir yang bernilai tambah tinggi. Hal ini sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan ekspor itu sebaiknya dalam bentuk produk hilir dan bernilai tambah.
“Ekspor produk hilir diperkirakan 80% dari total ekspor sawit dan turunannya pada 2021. Capaian ini berkat kebijakan pemerintah yang pro hilir,” ujar Sahat.
(Baca juga:Kenaikan Pungutan Ekspor CPO hanya akan “Membunuh” Petani Sawit)
Total ekspor sawit diproyeksikan mencapai 36,7 juta ton pada 2021. Terdiri dari ekspor produk hilir sebesar 29,295 juta ton (80%) dan CPO berjumlah 7,405 juta ton (20%). “Pasar global tidak lagi mengenal Indonesia sebagai eksportir hulu. Ekspor oleokimia naik pesat 5 juta ton pada tahun depan. Tahun sebelumnya, ekspor oleochemical sekitar 3 juta ton,” jelasnya.
Sahat mengatakan implementasi PMK 191/2020 bersifat jangka panjang untuk memperkuat daya saing industri sawit. Pelaku sawit jangan berpikir jangka pendek untuk kepentingannya masing-masing pascaterbitnya aturan tersebut.
(Baca juga:Kabar Gembira bagi Pemilik Kebun Sawit, Harga CPO Tinggi hingga Pertengahan Tahun Depan)
“Agar Indonesia bisa menjadi price leader dalam produk sawit. Strategi jangka panjang itu diarahkan agar pasar sawit dalam negeri itu kuat. Kalau bisa konsumsi domestik mencapai 60%. Lalu, porsi ekspor 40%, dan mengarah ke low cost produsen minyak sawit,” ujar Sahat.
Ia melanjutkan apabila bisa mempertahankan selisih harga minyak sawit Indonesia di atas USD140 per ton lebih murah dibandingkan “soft oils” di pasar global. Dengan menjalankan kedua pola tadi, maka Indonesia menjadi price leader. “Dengan memperbanyak pemakaian sawit untuk dalam negeri, kita dapat tentukan harga sawit dunia,” jelas Sahat.
(Baca juga:Ironis, Petani Sawit Subsidi Industri Biodiesel)
Di pasar ekspor, Indonesia tidak lagi dikenal sebagai pemain ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Karena, PMK 191/2020 mendorong ekspor minyak sawit di sektor hilir yang bernilai tambah tinggi. Hal ini sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan ekspor itu sebaiknya dalam bentuk produk hilir dan bernilai tambah.
“Ekspor produk hilir diperkirakan 80% dari total ekspor sawit dan turunannya pada 2021. Capaian ini berkat kebijakan pemerintah yang pro hilir,” ujar Sahat.
(Baca juga:Kenaikan Pungutan Ekspor CPO hanya akan “Membunuh” Petani Sawit)
Total ekspor sawit diproyeksikan mencapai 36,7 juta ton pada 2021. Terdiri dari ekspor produk hilir sebesar 29,295 juta ton (80%) dan CPO berjumlah 7,405 juta ton (20%). “Pasar global tidak lagi mengenal Indonesia sebagai eksportir hulu. Ekspor oleokimia naik pesat 5 juta ton pada tahun depan. Tahun sebelumnya, ekspor oleochemical sekitar 3 juta ton,” jelasnya.
Sahat mengatakan implementasi PMK 191/2020 bersifat jangka panjang untuk memperkuat daya saing industri sawit. Pelaku sawit jangan berpikir jangka pendek untuk kepentingannya masing-masing pascaterbitnya aturan tersebut.
(Baca juga:Kabar Gembira bagi Pemilik Kebun Sawit, Harga CPO Tinggi hingga Pertengahan Tahun Depan)
“Agar Indonesia bisa menjadi price leader dalam produk sawit. Strategi jangka panjang itu diarahkan agar pasar sawit dalam negeri itu kuat. Kalau bisa konsumsi domestik mencapai 60%. Lalu, porsi ekspor 40%, dan mengarah ke low cost produsen minyak sawit,” ujar Sahat.
Ia melanjutkan apabila bisa mempertahankan selisih harga minyak sawit Indonesia di atas USD140 per ton lebih murah dibandingkan “soft oils” di pasar global. Dengan menjalankan kedua pola tadi, maka Indonesia menjadi price leader. “Dengan memperbanyak pemakaian sawit untuk dalam negeri, kita dapat tentukan harga sawit dunia,” jelas Sahat.
tulis komentar anda