Geger Harga Rokok Mau Naik Lagi, Begini Reaksi Lucu Ibu-ibu
Sabtu, 12 Desember 2020 - 07:00 WIB
JAKARTA - Kalangan ibu-ibu rumah tangga ikut bersuara terkait rencana kenaikan harga rokok tahun depan imbas dari penyesuaian tarif cukai hasil tembakau. Beragam komentar pun muncul ada yang mendukung tapi juga ada yang tidak setuju.
(baca juga : Pria Ini Bius 31 Wanita dan Melecehkannya Secara Seksual )
Salah satunya adalah ibu rumah tangga bernama Andina Puspitasari (32). Ibu satu anak ini pun pada dasarnya mendukung kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengerek tarif cukai. Namun begitu kenaikan tarif cukai 12,5% tidak signifikan mengerek harga rokok sehingga masih bisa dijangkau. Rata-rata kenaikan harga rokok dari dampak penyesuaian Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 13,7-14%.
"Naiknya tanggung banget itu. Bikin saja harga rokok jadi Rp200.000 per bungkus baru pada berhenti merokok deh. Pikir-pikir juga pasti mau beli karena pilihannya mau tetep bisa makan atau berat buat beli rokok," ujar dia saat berbincang dengan SINDOnews, di Jakarta, Sabtu (12/12/2020).
Menurut dia seharusnya pemerintah mencontoh negara lain yang harga rokoknya tinggi-tinggi sehingga sulit dijangkau masyarakat. Dia mencontohkan di negara tetangga seperti Singapura harga rokok bisa mencapai Rp200.000 per bungkus. "Jangan nanggung sih menurutku kalau niatnya memang ingin mengurangi orang merokok," tandas dia.
(Baca juga : Tok..! Akhirnya Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Sebesar 12,5 Persen )
Hal senada juga dikatakan ibu rumah tangga lain Siska Ariyani (33). Ibu dua anak ini sangat setuju apabila harga rokok dinaikkan berkali-kali lipat agar tidak bisa dijangkau sekalian. "Ya, kalau cuma naik dikit sih pasti masih banyak yang merokok Tapi kalau tinggi sekalian pasti para suami yang suka merokok juga pikir-pikir mending buat beli susu atau nyekolahin anak," ucapnya.
Namun berbeda dengan apa yang dikatakan Siti Lathifah (35). Ia tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga rokok. Sebab biasanya bagi ahli hisap tidak peduli dengan harga karena sudah kecanduan. Padahal uang yang dikeluarkan suami buat beli rokok terkadang melebihi kebutuhan dapur. "Sebaiknya nggak perlu naik, soalnya kantong suami saya bisa tambah kempes. Sepertinya kalau disuruh berhenti kok nggak mungkin soalnya sudah mendarah daging sama rokok," jelasnya.
Ibu dua anak ini bercerita kebutuhan rokok sumai setiap hari bisa dua sampai tiga bungkus. Padahal harga rokoknya sebungkus di atas Rp30.000. Sementara dari sisi pendapatan tidak bertambah. "Lebih baik uangnya ditabung untuk sekolah anak. Solusinya sih sebenarnya cuma satu tutup pabriknya sudah paling bagus itu. Tapi kalau cuma naik tidak perlu soalnya cuma nambah beban," ungkapnya.
(baca juga : Pria Ini Bius 31 Wanita dan Melecehkannya Secara Seksual )
Salah satunya adalah ibu rumah tangga bernama Andina Puspitasari (32). Ibu satu anak ini pun pada dasarnya mendukung kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengerek tarif cukai. Namun begitu kenaikan tarif cukai 12,5% tidak signifikan mengerek harga rokok sehingga masih bisa dijangkau. Rata-rata kenaikan harga rokok dari dampak penyesuaian Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 13,7-14%.
"Naiknya tanggung banget itu. Bikin saja harga rokok jadi Rp200.000 per bungkus baru pada berhenti merokok deh. Pikir-pikir juga pasti mau beli karena pilihannya mau tetep bisa makan atau berat buat beli rokok," ujar dia saat berbincang dengan SINDOnews, di Jakarta, Sabtu (12/12/2020).
Menurut dia seharusnya pemerintah mencontoh negara lain yang harga rokoknya tinggi-tinggi sehingga sulit dijangkau masyarakat. Dia mencontohkan di negara tetangga seperti Singapura harga rokok bisa mencapai Rp200.000 per bungkus. "Jangan nanggung sih menurutku kalau niatnya memang ingin mengurangi orang merokok," tandas dia.
(Baca juga : Tok..! Akhirnya Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Sebesar 12,5 Persen )
Hal senada juga dikatakan ibu rumah tangga lain Siska Ariyani (33). Ibu dua anak ini sangat setuju apabila harga rokok dinaikkan berkali-kali lipat agar tidak bisa dijangkau sekalian. "Ya, kalau cuma naik dikit sih pasti masih banyak yang merokok Tapi kalau tinggi sekalian pasti para suami yang suka merokok juga pikir-pikir mending buat beli susu atau nyekolahin anak," ucapnya.
Namun berbeda dengan apa yang dikatakan Siti Lathifah (35). Ia tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga rokok. Sebab biasanya bagi ahli hisap tidak peduli dengan harga karena sudah kecanduan. Padahal uang yang dikeluarkan suami buat beli rokok terkadang melebihi kebutuhan dapur. "Sebaiknya nggak perlu naik, soalnya kantong suami saya bisa tambah kempes. Sepertinya kalau disuruh berhenti kok nggak mungkin soalnya sudah mendarah daging sama rokok," jelasnya.
Ibu dua anak ini bercerita kebutuhan rokok sumai setiap hari bisa dua sampai tiga bungkus. Padahal harga rokoknya sebungkus di atas Rp30.000. Sementara dari sisi pendapatan tidak bertambah. "Lebih baik uangnya ditabung untuk sekolah anak. Solusinya sih sebenarnya cuma satu tutup pabriknya sudah paling bagus itu. Tapi kalau cuma naik tidak perlu soalnya cuma nambah beban," ungkapnya.
(nng)
tulis komentar anda