Siapa Mendulang Uang dari Vaksin Covid-19?
Senin, 14 Desember 2020 - 06:34 WIB
(Baca juga : Si Cantik Darya Klishina Beri Tips Lakukan Lompat Jauh )
Ada alasan bagus bahwa perusahaan besar tidak terburu-buru untuk mendanai proyek vaksin. Membuat vaksin, terutama dalam kondisi darurat kesehatan belum terbukti sangat menguntungkan di masa lalu. Proses penemuan vaksin membutuhkan waktu dan jauh dari kata pasti.
(Baca Juga: AS akan Mulai Vaksinasi Covid-19 pada Awal Pekan Depan )
Negara-negara miskin membutuhkan pasokan besar tetapi tidak mampu membayar dengan harga tinggi. Dan vaksin biasanya tidak cukup diberikan hanya sekali atau dua kali. Obat-obatan yang diinginkan negara-negara yang lebih kaya, terutama yang membutuhkan dosis harian, adalah pemintal uang yang lebih besar.
Perusahaan yang mulai mengerjakan vaksin untuk penyakit lain seperti Zika dan Sars telah melakukannya dimana melukai diri mereka sendiri.
Di sisi lain, pasar untuk jab flu, yang bernilai beberapa miliar dolar setahun, menunjukkan bahwa jika Covid-19, seperti flu dan membutuhkan jab booster tahunan, maka itu bisa menguntungkan bagi perusahaan. Mereka akan menghasilkan produk yang paling efektif, dan paling hemat biaya.
Siapa yang Mulai Bergerak?
Beberapa perusahaan tidak ingin terlihat mendapatkan untung dari krisis global, terutama setelah menerima begitu banyak pendanaan dari luar. Pembuat obat besar AS, Johnson & Johnson, dan AstraZeneca dari Inggris yang bekerja sama dengan perusahaan bioteknologi berbasis di University of Oxford, telah berjanji untuk menjual vaksin dengan harga yang hanya menutupi biaya pembuatan.
AstraZeneca saat ini terlihat menawarkan harga vaksin yang paling murah yakni USD4 (3 Pounds) per dosis atau dalam rupiah sekitar Rp56.000 (kurs Rp14.000/USD).
Sementara Moderna, sebuah perusahaan bioteknologi kecil, yang telah bekerja pada teknologi di balik vaksin RNA ground-breaking selama bertahun-tahun. Harga yang dipatok jauh lebih tinggi, hingga USD37 per dosis.
Ada alasan bagus bahwa perusahaan besar tidak terburu-buru untuk mendanai proyek vaksin. Membuat vaksin, terutama dalam kondisi darurat kesehatan belum terbukti sangat menguntungkan di masa lalu. Proses penemuan vaksin membutuhkan waktu dan jauh dari kata pasti.
(Baca Juga: AS akan Mulai Vaksinasi Covid-19 pada Awal Pekan Depan )
Negara-negara miskin membutuhkan pasokan besar tetapi tidak mampu membayar dengan harga tinggi. Dan vaksin biasanya tidak cukup diberikan hanya sekali atau dua kali. Obat-obatan yang diinginkan negara-negara yang lebih kaya, terutama yang membutuhkan dosis harian, adalah pemintal uang yang lebih besar.
Perusahaan yang mulai mengerjakan vaksin untuk penyakit lain seperti Zika dan Sars telah melakukannya dimana melukai diri mereka sendiri.
Di sisi lain, pasar untuk jab flu, yang bernilai beberapa miliar dolar setahun, menunjukkan bahwa jika Covid-19, seperti flu dan membutuhkan jab booster tahunan, maka itu bisa menguntungkan bagi perusahaan. Mereka akan menghasilkan produk yang paling efektif, dan paling hemat biaya.
Siapa yang Mulai Bergerak?
Beberapa perusahaan tidak ingin terlihat mendapatkan untung dari krisis global, terutama setelah menerima begitu banyak pendanaan dari luar. Pembuat obat besar AS, Johnson & Johnson, dan AstraZeneca dari Inggris yang bekerja sama dengan perusahaan bioteknologi berbasis di University of Oxford, telah berjanji untuk menjual vaksin dengan harga yang hanya menutupi biaya pembuatan.
AstraZeneca saat ini terlihat menawarkan harga vaksin yang paling murah yakni USD4 (3 Pounds) per dosis atau dalam rupiah sekitar Rp56.000 (kurs Rp14.000/USD).
Sementara Moderna, sebuah perusahaan bioteknologi kecil, yang telah bekerja pada teknologi di balik vaksin RNA ground-breaking selama bertahun-tahun. Harga yang dipatok jauh lebih tinggi, hingga USD37 per dosis.
Lihat Juga :
tulis komentar anda