Nilai Belanja Perpajakan 2019 Tembus Rp257,2 Triliun
Jum'at, 01 Januari 2021 - 22:00 WIB
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat nilai belanja perpajakan tahun 2019 diestimasi mencapai Rp257,2 triliun, atau sekitar 1,62% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah ini meningkat sebesar 14,24% dari nilai belanja perpajakan tahun 2018 sebesar Rp225,2 triliun, atau sekitar 1,52% dari PDB.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, tax expenditure atau belanja perpajakan secara umum adalah potensi penerimaan perpajakan yang tidak dikumpulkan dalam suatu tahun tertentu sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan perpajakan umum (benchmark tax system).
(Baca Juga: Menkeu Sebut Penerimaan Pajak Baru 85% per 23 Desember)
"Ketentuan khusus tersebut antara lain dalam bentuk pajak tidak terutang, pajak dibebaskan, pengurangan tarif pajak, dan sebagainya yang berpotensi mengurangi penerimaan negara (revenue forgone)," kata Febrio dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (1/1/2021).
Berdasarkan jenis pajak, bagian terbesar belanja perpajakan pada tahun 2019 berasal dari PPN dan PPnBM yaitu sebesar Rp166,9 triliun atau 64,9% dari total estimasi belanja perpajakan.
Sebagian besar belanja perpajakan PPN dan PPnBM ini terkait dengan upaya pengurangan beban pajak pengusaha kecil. Sedangkan berdasarkan penerimanya, belanja perpajakan dimanfaatkan oleh dunia usaha (50,9%) dan rumah tangga (49,1%).
Lalu, berdasarkan fungsi, belanja perpajakan tahun 2019 paling besar ditujukan untuk fungsi ekonomi, yaitu sebesar Rp152,1 triliun (59,1% dari total belanja perpajakan) disusul dengan pelayanan umum dan perlindungan sosial (12,9% dan 11,6%) serta fungsi kesehatan dan pendidikan (8,3% dan 5,7%).
(Baca Juga: Tahun 2020 Mau Tutup Buku, Penerimaan Pajak Masih Tekor Banyak)
Hal ini mengafirmasi besarnya dukungan pemerintah untuk bidang-bidang prioritas ini, sebagai tambahan atas sisi alokasi belanja negara yang besar untuk fungsi APBN ini.
Febrio menjelaskan, konsistensi dan peningkatan kualitas publikasi Laporan Belanja Perpajakan ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal di bidang perpajakan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, tax expenditure atau belanja perpajakan secara umum adalah potensi penerimaan perpajakan yang tidak dikumpulkan dalam suatu tahun tertentu sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan perpajakan umum (benchmark tax system).
(Baca Juga: Menkeu Sebut Penerimaan Pajak Baru 85% per 23 Desember)
"Ketentuan khusus tersebut antara lain dalam bentuk pajak tidak terutang, pajak dibebaskan, pengurangan tarif pajak, dan sebagainya yang berpotensi mengurangi penerimaan negara (revenue forgone)," kata Febrio dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (1/1/2021).
Berdasarkan jenis pajak, bagian terbesar belanja perpajakan pada tahun 2019 berasal dari PPN dan PPnBM yaitu sebesar Rp166,9 triliun atau 64,9% dari total estimasi belanja perpajakan.
Sebagian besar belanja perpajakan PPN dan PPnBM ini terkait dengan upaya pengurangan beban pajak pengusaha kecil. Sedangkan berdasarkan penerimanya, belanja perpajakan dimanfaatkan oleh dunia usaha (50,9%) dan rumah tangga (49,1%).
Lalu, berdasarkan fungsi, belanja perpajakan tahun 2019 paling besar ditujukan untuk fungsi ekonomi, yaitu sebesar Rp152,1 triliun (59,1% dari total belanja perpajakan) disusul dengan pelayanan umum dan perlindungan sosial (12,9% dan 11,6%) serta fungsi kesehatan dan pendidikan (8,3% dan 5,7%).
(Baca Juga: Tahun 2020 Mau Tutup Buku, Penerimaan Pajak Masih Tekor Banyak)
Hal ini mengafirmasi besarnya dukungan pemerintah untuk bidang-bidang prioritas ini, sebagai tambahan atas sisi alokasi belanja negara yang besar untuk fungsi APBN ini.
Febrio menjelaskan, konsistensi dan peningkatan kualitas publikasi Laporan Belanja Perpajakan ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal di bidang perpajakan.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda