Aksi Cuci Uang Masih Marak, PPATK Selamatkan Rp9 Triliun Tahun Lalu
Kamis, 14 Januari 2021 - 17:03 WIB
JAKARTA - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan masih maraknya potensi Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU) sepanjang 2020 lalu, termasuk di sektor perpajakan. Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, potensi TPPU di bidang perpajakan pada tahun lalu mencapai angka Rp 20 triliun.
Dari jumlah tersebut, Dian menyampaikan, sebanyak Rp 9 triliun berhasil diamankan untuk dimasukan sebagai penerimaan negara. "Potensi yang dapat diperoleh dari tindak lanjut analisis dan pemeriksaan yang dilakukan penegak hukum di sektor perpajakan sebesar Rp20 triliun," ungkapnya dalam acara Koordinasi Tahunan PPATK secara virtual, Kamis (14/1/2021).
Kata dia, keberhasilan tersebut didapat berkat hasil joint operation antara tiga pihak, yakni PPATK beserta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. "Selama 2020, pemanfaatan terhadap hasil analisis tindak pidana pencucian uang hasilkan kontribusi penerimaan negara sebesar Rp 9 triliun," jelas Dian.
Lebih lanjut, Ia juga mewanti-wanti jika tindak pidana pencucian uang dan korupsi ke depannya masih menjadi persoalan serius yang harus terus diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan.
"Hasil analisis dan pemeriksaan ini didominasi oleh pejabat pemerintah, kepala daerah, pejabat BUMN, dengan modus utama gratifikasi dan suap untuk perizinan, serta pengadaan barang dan jasa," tandasnya.
Dari jumlah tersebut, Dian menyampaikan, sebanyak Rp 9 triliun berhasil diamankan untuk dimasukan sebagai penerimaan negara. "Potensi yang dapat diperoleh dari tindak lanjut analisis dan pemeriksaan yang dilakukan penegak hukum di sektor perpajakan sebesar Rp20 triliun," ungkapnya dalam acara Koordinasi Tahunan PPATK secara virtual, Kamis (14/1/2021).
Kata dia, keberhasilan tersebut didapat berkat hasil joint operation antara tiga pihak, yakni PPATK beserta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. "Selama 2020, pemanfaatan terhadap hasil analisis tindak pidana pencucian uang hasilkan kontribusi penerimaan negara sebesar Rp 9 triliun," jelas Dian.
Lebih lanjut, Ia juga mewanti-wanti jika tindak pidana pencucian uang dan korupsi ke depannya masih menjadi persoalan serius yang harus terus diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan.
"Hasil analisis dan pemeriksaan ini didominasi oleh pejabat pemerintah, kepala daerah, pejabat BUMN, dengan modus utama gratifikasi dan suap untuk perizinan, serta pengadaan barang dan jasa," tandasnya.
(akr)
tulis komentar anda