Menunggu Bunga Kredit Turun ke Level 5%
Selasa, 09 Februari 2021 - 06:06 WIB
Menurutnya, penurunan suku bunga kredit memang diperlukan, tapi ini tidak cukup dan bukan faktor utama dalam mendorong pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, suku bunga, kualitas kredit tercermin NPL, dan penjualan eceran.
“Jika konsumsi RT dan daya beli masyarakat tidak kuat maka tidak kuat mendorong penyaluran kredit meskipun perbankan sudah menurunkan suku bunga dan perbankan sudah menurunkan bunga,” tandasnya.
Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menambahkan, rigiditas atau kekakuan suku bunga kredit adalah fenomena moneter. Tidak turunnya suku bunga kredit ketika suku bunga acuan sudah turun bukan disebabkan oleh kurang transparannya bank dalam proses penetapan suku bunga kredit. Bukan juga disebabkan oleh kurang efisiennya pengelolaan bank.
“Di sisi lain nasabah pemilik dana besar punya bargaining yang besar terhadap bank dan mampu menetapkan suku bunga. Jadi untuk menghilangkan rigiditas suku bunga kredit, BI menurut saya perlu melakukan evaluasi terhadap operasi moneternya,” jelasnya.
Dalam penelitian yang dia lakukan pada tahun 2015 tentang perilaku pembentukan suku bunga bank umum menggunakan pendekatan game theory menunjukkan hasil yang sangat menarik. Ketika BI menurunkan suku bunga acuan, response terbaik (nash equilibrium) dari bank-bank adalah menurunkan suku bunga deposito dan disisi lain menahan suku bunga kredit.
“Artinya fenomena rigiditas suku bunga kredit sudah bisa diprediksi sejak awal. Bank-bank akan cenderung memanfaatkan turunnya suku bunga acuan untuk melebarkan net interest margin (NIM) guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” ucap Piter.(aprilia s andyna/r ratna purnama/kunthi fahmar sandy)
“Jika konsumsi RT dan daya beli masyarakat tidak kuat maka tidak kuat mendorong penyaluran kredit meskipun perbankan sudah menurunkan suku bunga dan perbankan sudah menurunkan bunga,” tandasnya.
Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menambahkan, rigiditas atau kekakuan suku bunga kredit adalah fenomena moneter. Tidak turunnya suku bunga kredit ketika suku bunga acuan sudah turun bukan disebabkan oleh kurang transparannya bank dalam proses penetapan suku bunga kredit. Bukan juga disebabkan oleh kurang efisiennya pengelolaan bank.
“Di sisi lain nasabah pemilik dana besar punya bargaining yang besar terhadap bank dan mampu menetapkan suku bunga. Jadi untuk menghilangkan rigiditas suku bunga kredit, BI menurut saya perlu melakukan evaluasi terhadap operasi moneternya,” jelasnya.
Dalam penelitian yang dia lakukan pada tahun 2015 tentang perilaku pembentukan suku bunga bank umum menggunakan pendekatan game theory menunjukkan hasil yang sangat menarik. Ketika BI menurunkan suku bunga acuan, response terbaik (nash equilibrium) dari bank-bank adalah menurunkan suku bunga deposito dan disisi lain menahan suku bunga kredit.
“Artinya fenomena rigiditas suku bunga kredit sudah bisa diprediksi sejak awal. Bank-bank akan cenderung memanfaatkan turunnya suku bunga acuan untuk melebarkan net interest margin (NIM) guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” ucap Piter.(aprilia s andyna/r ratna purnama/kunthi fahmar sandy)
(bai)
tulis komentar anda