Serang Jokowi Pakai Buzzer? Cek Bayarannya
Senin, 15 Februari 2021 - 12:45 WIB
"Saya nggak ingat orang kritik Jokowi terus kena serangan hukum. Saya kan sering dianggap buzzer dibayar pemerintah untuk lawan Habib Rizieq, lho kan saya nggak dibayar pemerintah. Saya katakan buzzer bagian sah saja dalam demokrasi, buzzer ini orang-orang sipil yang bicara membela yang dianggap benar, ini bukan negara, itu orang-orang sipil," jelas dia melanjutkan.
Dalam kasus yang dijerat dengan UU ITE, Ade melihat polisi sudah berusaha mungkin menjaga dalam koridor demokrasi. "Saya gak lihat bukti yang cukup bahwa pemerintah membiarkan aparatnya mengekang kebebasan ekspresi," tandas dia.
Terpisah, Pakar Telekomunikasi Heru Sutadi sempat mengungkapkan bayaran tim buzzing sebulan bisa mencapai Rp30 juta hingga Rp50 juta sebulan. Namun demikian ada juga yang dibayar per enam bulan dikisaran Rp300 juta sampai Rp600 juta dan setahun angkanya bisa sampai miliaran rupiah.
Sedangkan pasukan buzzer gajinya Rp3 juta sampai Rp4 juta dan koordinator tim gajinya dikisaran Rp6 juta sampai Rp7 juta. Rata-rata satu tim bisa 12 sampai 15 orang. "Jadi angkanya ikut sesuai kontrak yang berlaku. Itu kontraknya gede tergantung tugas dan tujuannya," ungkap Heru.
Dia menjelaskan buzzer terbagi menjadi dua kategori. Pertama disebut buzzer bayaran atau komersil dan kedua tidak dibayar atau organik. Klien meminta agar pesan yang dibangun bisa diketahui khalayak ramai sehingga menjadi perbincangan di media sosial secara masif untuk membangun pencitraan tokoh politik untuk mencapai tujuan tertentu maupun citra partai politik.
Tidak hanya itu biasanya opiniopn leader memiliki jaringan luas dan terkenal. Setiap tim memiliki influencer dan cenderung terstruktur. Agar cepat diinformasikan ke publik buzzer memanfaatkan media sosial misalnya seperti Twitter, Facebook, Youtube, Blog, Instagram dan sekarang mulai ramai disebar di Tiktok. Untuk melancarkan aksinya pasukan buzzing menggunakan akun-akun palsu yang jumlahnya bisa sampai jutaan akun.
Dalam kasus yang dijerat dengan UU ITE, Ade melihat polisi sudah berusaha mungkin menjaga dalam koridor demokrasi. "Saya gak lihat bukti yang cukup bahwa pemerintah membiarkan aparatnya mengekang kebebasan ekspresi," tandas dia.
Terpisah, Pakar Telekomunikasi Heru Sutadi sempat mengungkapkan bayaran tim buzzing sebulan bisa mencapai Rp30 juta hingga Rp50 juta sebulan. Namun demikian ada juga yang dibayar per enam bulan dikisaran Rp300 juta sampai Rp600 juta dan setahun angkanya bisa sampai miliaran rupiah.
Sedangkan pasukan buzzer gajinya Rp3 juta sampai Rp4 juta dan koordinator tim gajinya dikisaran Rp6 juta sampai Rp7 juta. Rata-rata satu tim bisa 12 sampai 15 orang. "Jadi angkanya ikut sesuai kontrak yang berlaku. Itu kontraknya gede tergantung tugas dan tujuannya," ungkap Heru.
Dia menjelaskan buzzer terbagi menjadi dua kategori. Pertama disebut buzzer bayaran atau komersil dan kedua tidak dibayar atau organik. Klien meminta agar pesan yang dibangun bisa diketahui khalayak ramai sehingga menjadi perbincangan di media sosial secara masif untuk membangun pencitraan tokoh politik untuk mencapai tujuan tertentu maupun citra partai politik.
Tidak hanya itu biasanya opiniopn leader memiliki jaringan luas dan terkenal. Setiap tim memiliki influencer dan cenderung terstruktur. Agar cepat diinformasikan ke publik buzzer memanfaatkan media sosial misalnya seperti Twitter, Facebook, Youtube, Blog, Instagram dan sekarang mulai ramai disebar di Tiktok. Untuk melancarkan aksinya pasukan buzzing menggunakan akun-akun palsu yang jumlahnya bisa sampai jutaan akun.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda