Pencabutan Izin Investasi Miras jadi Kabar Gembira Buat Perekonomian
Selasa, 02 Maret 2021 - 19:22 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi mencabut aturan terkait investasi minuman beralkohol . Sebagai informasi, aturan ini terdapat pada lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Pada Perpres Nomor 10 tahun 2021 tersebut mengatur tata cara investasi di Indonesia. Salah satu jenis usaha yang diatur terkait investasi minuman beralkohol. Tertulis pada poin satu untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Terkait hal itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Ebi Junaidi mengaku menyambut baik hal tersebut. Ebi mengatakan, secara ekonomi ini merupakan sesuatu yang menggembirakan karena banyak studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa investasi minuman beralkohol memiliki efek jangka panjang yang buruk bagi perekonomian.
“Saya menyambut baik sejujurnya hal ini, karena secara ekonomi ini sesuatu yang menggembirakan. WHO pernah melaporkan bahwasanya setiap tahun itu penggunaan minuman beralkohol memperkirakan terbunuhnya 2,5 juta orang secara global. Kemudian juga ada efek penurunan produktivitas, WHO pernah mencatat bahwasanya alkohol menyebabkan hilangnya 3,5% per tahun produktivitas dan kalau di negara maju itu perhitungannya sekitar 9% per tahunnya produktivitasnya menurun,” katanya saat dihubungi MNC Portal Indonesia hari ini (2/3) di Jakarta.
“Jadi jika kita melihat bahwasanya investasi di bidang ini kemudian meningkat GDP kita lewat nilai investasinya, maka efek dari turunannya berupa masyarakat yang mengonsumsi itu memiliki efek ekonomi juga yang panjang,” tambah Ebi.
Menurut dia, memang diakui efek positif terhadap ekonomi karena adanya investasi minuman beralkohol dibuka itu dalam jangka pendek akan terjadi. Akan tetapi, harus disadari efek dalam jangka panjang dan menengah terhadap masyarakat.
“Itu belum penyakit sosial ya, masih kesehatan. Penyakit sosial yang mungkin muncul karena kehilangan kesadaran karena mengonsumsi itu sehingga terjadi hal-hal yang tidak dia sadari menganggu kondisi masyarakat, misalnya perkelahian dan lain-lain,” ujar Ebi.
Sementara itu, Ebi juga menjelaskan dengan adanya investasi yang ditutup daftar negative investment di suatu tempat itu adalah hal yang sebenarnya bisa dilakukan oleh sebuah negara.
“Kalau menurut saya selagi kita memiliki kejelasan mengenai hal-hal yang lain ketika keterbukaan tersebut kemudian bidang-bidang yang lain yang kita buka this is of doing business gitu, kemudahan dalam melakukan bisnis itu bisa ditempuh dengan hal-hal yang lain,” jelas dia.
Pada Perpres Nomor 10 tahun 2021 tersebut mengatur tata cara investasi di Indonesia. Salah satu jenis usaha yang diatur terkait investasi minuman beralkohol. Tertulis pada poin satu untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Terkait hal itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Ebi Junaidi mengaku menyambut baik hal tersebut. Ebi mengatakan, secara ekonomi ini merupakan sesuatu yang menggembirakan karena banyak studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa investasi minuman beralkohol memiliki efek jangka panjang yang buruk bagi perekonomian.
“Saya menyambut baik sejujurnya hal ini, karena secara ekonomi ini sesuatu yang menggembirakan. WHO pernah melaporkan bahwasanya setiap tahun itu penggunaan minuman beralkohol memperkirakan terbunuhnya 2,5 juta orang secara global. Kemudian juga ada efek penurunan produktivitas, WHO pernah mencatat bahwasanya alkohol menyebabkan hilangnya 3,5% per tahun produktivitas dan kalau di negara maju itu perhitungannya sekitar 9% per tahunnya produktivitasnya menurun,” katanya saat dihubungi MNC Portal Indonesia hari ini (2/3) di Jakarta.
“Jadi jika kita melihat bahwasanya investasi di bidang ini kemudian meningkat GDP kita lewat nilai investasinya, maka efek dari turunannya berupa masyarakat yang mengonsumsi itu memiliki efek ekonomi juga yang panjang,” tambah Ebi.
Menurut dia, memang diakui efek positif terhadap ekonomi karena adanya investasi minuman beralkohol dibuka itu dalam jangka pendek akan terjadi. Akan tetapi, harus disadari efek dalam jangka panjang dan menengah terhadap masyarakat.
“Itu belum penyakit sosial ya, masih kesehatan. Penyakit sosial yang mungkin muncul karena kehilangan kesadaran karena mengonsumsi itu sehingga terjadi hal-hal yang tidak dia sadari menganggu kondisi masyarakat, misalnya perkelahian dan lain-lain,” ujar Ebi.
Sementara itu, Ebi juga menjelaskan dengan adanya investasi yang ditutup daftar negative investment di suatu tempat itu adalah hal yang sebenarnya bisa dilakukan oleh sebuah negara.
“Kalau menurut saya selagi kita memiliki kejelasan mengenai hal-hal yang lain ketika keterbukaan tersebut kemudian bidang-bidang yang lain yang kita buka this is of doing business gitu, kemudahan dalam melakukan bisnis itu bisa ditempuh dengan hal-hal yang lain,” jelas dia.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda