Tuding Menaker Pro Pengusaha, KSPI Khawatir THR Dicicil Lagi
Jum'at, 19 Maret 2021 - 13:55 WIB
JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengingatkan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah agar tidak terlalu condong pada pengusaha terkait kewajiban pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).
"Menaker jangan hanya memperhatikan kepentingan pengusaha. Pengusaha kesulitan, kami paham, bahkan serikat pekerja memahami. Beberapa kebijakan kami diam karena paham keadaan, tapi Menaker selalu berpihak pada kepentingan pengusaha," ujar Said dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (19/3/2021).
Dia menegaskan, KSPI menolak keras apabila Menaker Ida Fauziyah kembali mengeluarkan surat edaran (SE) yang mengatur agar THR bisa dibayar dengan dicicil dan nilai THR boleh dibayar di bawah 100%.
"Jika SE sampai membolehkan THR dicicil dan tidak senilai 100%, maka semua perusahaan bisa melakukan itu, meski statusnya mampu dan bisnisnya sehat," kata dia.
Seharusnya, tegas Said, bagi perusahaan yang tidak mampu, terlebih dulu harus mengajukan izin dan menunjukkan data-data bahwa perusahaan dua tahun terakhir merugi atau tidak mampu.
"Menaker mohon jangan langsung silogisme dulu, harus ada premis-premis. Ini kan cara berpikir terbalik, sesat berpikir. Perusahaan yang mampu ya bayar THR sesuai PP 78/2015, maka dalam SE itu ukuran mampunya harus mengikuti apa yang tertuang dalam PP," pungkas Said.
"Menaker jangan hanya memperhatikan kepentingan pengusaha. Pengusaha kesulitan, kami paham, bahkan serikat pekerja memahami. Beberapa kebijakan kami diam karena paham keadaan, tapi Menaker selalu berpihak pada kepentingan pengusaha," ujar Said dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (19/3/2021).
Dia menegaskan, KSPI menolak keras apabila Menaker Ida Fauziyah kembali mengeluarkan surat edaran (SE) yang mengatur agar THR bisa dibayar dengan dicicil dan nilai THR boleh dibayar di bawah 100%.
"Jika SE sampai membolehkan THR dicicil dan tidak senilai 100%, maka semua perusahaan bisa melakukan itu, meski statusnya mampu dan bisnisnya sehat," kata dia.
Seharusnya, tegas Said, bagi perusahaan yang tidak mampu, terlebih dulu harus mengajukan izin dan menunjukkan data-data bahwa perusahaan dua tahun terakhir merugi atau tidak mampu.
"Menaker mohon jangan langsung silogisme dulu, harus ada premis-premis. Ini kan cara berpikir terbalik, sesat berpikir. Perusahaan yang mampu ya bayar THR sesuai PP 78/2015, maka dalam SE itu ukuran mampunya harus mengikuti apa yang tertuang dalam PP," pungkas Said.
(fai)
tulis komentar anda