Bentuk Holding Ultra Mikro Tanpa Otak-atik DPR, Tanri Abeng: Pemerintah Perlu Terbitkan PP
Senin, 22 Maret 2021 - 14:00 WIB
JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) terkait Holding Ultra Mikro dinilai penting untuk dirumuskan pemerintah. Langkah tersebut guna mempercepat proses pembentukan integrasi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng mencatat dengan beleid baru tersebut, kebijakan sinergi perseroan dapat dilakukan secara mandiri oleh lembaga eksekutif tanpa harus melibatkan lembaga legislatif (DPR). Penerbitan PP pun diyakini tidak bertentangan dengan Undang-undang.
“Dasar hukum pembentukan sinergi integrasi ekosistem BUMN di sektor ultra mikro cukup melalui PP, karena proses tersebut tidak sama sekali bertentangan dengan Undang-undang apapun," ujar Tanri Senin (22/3/2021).
Dia mencontohkan, Kementerian BUMN didirikan melalui payung hukum PP Nomor 50 Tahun 1998. Artinya, proses perumusan pendirian atau integrasi BUMN cukup melalui Peraturan Pemerintah atau menjadi kewenangan Presiden. Sementara lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai konsultasi.
Dengan begitu, keberadaan Holding Ultra Mikro akan menjadi kuat dan tidak bisa diotak-atik jika nantinya Presiden sudah ganti.
“Lihat saja pengalaman pada 1998 saat krisis moneter, Presiden Soeharto bermodalkan PP 50/1998 mendirikan Kementerian BUMN dan menugaskan saya sebagai menteri melakukan konsolidasi 159 BUMN ke dalam satu kementerian yang sebelumnya berada di bawah 17 kementerian teknis," kata dia.
Sebelum ditetapkan menjadi Kementerian BUMN, institusi negara itu bernama Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN. Saat itu, salah satu poin dari pembentukan Kementerian BUMN adalah bertujuan menghadapi krisis moneter yang menjelma menjadi krisis ekonomi dan politik. Krisis yang menjadi cikal-bakal jatuhnya Orde Baru dari tampuk kekuasaannya.
Tujuan pemerintah melakukan konsolidasi seluruh BUMN ke dalam satu kementerian yang dikelola secara korporasi agar terjadi proses penciptaan nilai melalui strategi restrukturisasi, profitisasi, baru privatisasi.
Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng mencatat dengan beleid baru tersebut, kebijakan sinergi perseroan dapat dilakukan secara mandiri oleh lembaga eksekutif tanpa harus melibatkan lembaga legislatif (DPR). Penerbitan PP pun diyakini tidak bertentangan dengan Undang-undang.
“Dasar hukum pembentukan sinergi integrasi ekosistem BUMN di sektor ultra mikro cukup melalui PP, karena proses tersebut tidak sama sekali bertentangan dengan Undang-undang apapun," ujar Tanri Senin (22/3/2021).
Baca Juga
Dia mencontohkan, Kementerian BUMN didirikan melalui payung hukum PP Nomor 50 Tahun 1998. Artinya, proses perumusan pendirian atau integrasi BUMN cukup melalui Peraturan Pemerintah atau menjadi kewenangan Presiden. Sementara lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai konsultasi.
Dengan begitu, keberadaan Holding Ultra Mikro akan menjadi kuat dan tidak bisa diotak-atik jika nantinya Presiden sudah ganti.
“Lihat saja pengalaman pada 1998 saat krisis moneter, Presiden Soeharto bermodalkan PP 50/1998 mendirikan Kementerian BUMN dan menugaskan saya sebagai menteri melakukan konsolidasi 159 BUMN ke dalam satu kementerian yang sebelumnya berada di bawah 17 kementerian teknis," kata dia.
Sebelum ditetapkan menjadi Kementerian BUMN, institusi negara itu bernama Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN. Saat itu, salah satu poin dari pembentukan Kementerian BUMN adalah bertujuan menghadapi krisis moneter yang menjelma menjadi krisis ekonomi dan politik. Krisis yang menjadi cikal-bakal jatuhnya Orde Baru dari tampuk kekuasaannya.
Tujuan pemerintah melakukan konsolidasi seluruh BUMN ke dalam satu kementerian yang dikelola secara korporasi agar terjadi proses penciptaan nilai melalui strategi restrukturisasi, profitisasi, baru privatisasi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda