Penegak Hukum Diminta Usut Tuntas Jika Ada Korupsi Dana Otsus
Kamis, 25 Maret 2021 - 11:38 WIB
"Sehingga apabila itu gagal, maka yang patut disalahkan adalah orang Papua sendiri. Untuk itu saya pikir negara harus hadir untuk memberantasan penyalahgunaan anggaran yang secara masif di tanah Papua," ungkap dia.
Ali mengingatkan, pemerintah pusat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya berwacana dalam menangani dugaan korupsi dana otsus ini. "Negara harus hadir di Papua. Nah hadirnya pemerintah apa, untuk memberantas korupsi di Papua," kata dia.
Terlebih lagi berdasarakan hasil pemeriksan BPK, banyak temuan penyalahgunaan anggaran Otda dan Otsus untuk Papua. Seperti kasus korupsi oleh simpatisan Papua Merdeka. "Disini saya mencatat kasus Martinus Wanda Mani, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, berikutnya korupsi dana hibah tahun anggaran 2017," jelasnya.
Senada dengan Ali, tokoh senior Papua Freddy Numberi mengatakan, harapan masyarakat Papua atas temuan korupsi itu tentunya adalah penegakan hukum. Bila penegakan hukum tak berjalan akan berpengeruh kepada kepercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah.
"Pertanyaan masyarakat, bagaimana Polri melakukan tindakan-tindakan terhadap yang melakukan korupsi itu. Karena bagaimanapun penegakan hukum harus tetap berjalan," ungkap Freddy .
Freddy menganggap, bila penanangan tindak pidana korupsi Otsus Papua itu tidak berjalan, maka akan berpengaruh kepada kepercayaan publik terhadap Pemerintah. "Dimana banyak kasus korupsi yang menurut Orang Asli Papua (OAP) tidak jelas penyelesainnya. Bahkan bagi OAP terkesan adanya oligarki, kolusi dan nepotisme," kata dia.
Ditambah lagi, lanjut dia, masalah bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, yang cenderung pemerintah menggunakan pendekatan keamanan, sehingga selama ini menimbulkan benturan dan konflik yang berujung kepada ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah.
Menurut Freddy, masih ada rasa curiga antara Papua dan Jakarta. Pemerintah pusat, imbuh Freddy, dianggap tidak berhasil merebut hati dan pikiran orang asli Papua sebagai bagian integral dari Bangsa Indonesia. Namun demikian, hadirnya Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bisa mengubah pendekatan keamanan menjadi pendekatan antropologis, dengan terus melibatkan dan mendengarkan masyarakat.
Ali mengingatkan, pemerintah pusat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya berwacana dalam menangani dugaan korupsi dana otsus ini. "Negara harus hadir di Papua. Nah hadirnya pemerintah apa, untuk memberantas korupsi di Papua," kata dia.
Terlebih lagi berdasarakan hasil pemeriksan BPK, banyak temuan penyalahgunaan anggaran Otda dan Otsus untuk Papua. Seperti kasus korupsi oleh simpatisan Papua Merdeka. "Disini saya mencatat kasus Martinus Wanda Mani, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, berikutnya korupsi dana hibah tahun anggaran 2017," jelasnya.
Senada dengan Ali, tokoh senior Papua Freddy Numberi mengatakan, harapan masyarakat Papua atas temuan korupsi itu tentunya adalah penegakan hukum. Bila penegakan hukum tak berjalan akan berpengeruh kepada kepercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah.
"Pertanyaan masyarakat, bagaimana Polri melakukan tindakan-tindakan terhadap yang melakukan korupsi itu. Karena bagaimanapun penegakan hukum harus tetap berjalan," ungkap Freddy .
Freddy menganggap, bila penanangan tindak pidana korupsi Otsus Papua itu tidak berjalan, maka akan berpengaruh kepada kepercayaan publik terhadap Pemerintah. "Dimana banyak kasus korupsi yang menurut Orang Asli Papua (OAP) tidak jelas penyelesainnya. Bahkan bagi OAP terkesan adanya oligarki, kolusi dan nepotisme," kata dia.
Ditambah lagi, lanjut dia, masalah bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, yang cenderung pemerintah menggunakan pendekatan keamanan, sehingga selama ini menimbulkan benturan dan konflik yang berujung kepada ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah.
Menurut Freddy, masih ada rasa curiga antara Papua dan Jakarta. Pemerintah pusat, imbuh Freddy, dianggap tidak berhasil merebut hati dan pikiran orang asli Papua sebagai bagian integral dari Bangsa Indonesia. Namun demikian, hadirnya Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bisa mengubah pendekatan keamanan menjadi pendekatan antropologis, dengan terus melibatkan dan mendengarkan masyarakat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda