Blakblakan, Pengusaha Cerita Operator Bus Tak Takut Langgar Aturan

Selasa, 20 April 2021 - 20:41 WIB
Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Pemilik perusahaan otobus (PO) meminta kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mengkaji kembali sanksi denda kepada operator angkutan barang maupun penumpang yang melanggar. Pasalnya, aturan yang ada saat ini justru membuat operator tak takut untuk melanggar.

Pemilik perusahaan otobus (PO) Sumber Alam Anthony Steven Hambali mengatakan, ada beberapa contoh mengapa operator justru tidak takut dengan sanksi yang sudah ditetapkan oleh Kemenhub. Sebagai salah satu contohnya adalah ketika larangan angkutan penumpang beroperasi pada musim mudik Lebaran tahun lalu.

( Baca juga:Kemenhub Bingung, Kecelakaan Truk dan Bus di Eropa Terus Turun, di RI Malah Naik )

Pasalnya pada tahun lalu pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tujuannya adalah untuk menekan angka penularan virus corona (Covid-19) yang pada saat itu baru saja masuk ke Indonesia.

Jika berdasarkan undang-undang, jika ada angkutan umum yang melanggar dan tetap melanjutkan perjalanannya, maka akan dikenakan denda Rp500.000. Bukannya takut, namun angkutan ini justri malah ramai-ramai untuk tetap beroperasi.



"Seperti tahun lalu kita dilarang jalan, menurut UU dendanya Rp500.000 akhirnya apa? Ya udah ramai-ramai jalan saja," ujarnya dalam acara Webinar Sinergi Pemerintah dan Operator dalam Mewujudkan Angkutan yang Berkeselamatan, Selasa (20/4/2021).

Menurut Anthony, banyaknya angkutan yang memutuskan jalan itu karena sudah memperhitungkan untung ruginya. Meskipun dikenakan denda Rp500.000, keuntungan yang didapatkan jauh di atas angka tersebut.

( Baca juga:Milad ke-19, Ahmad Syaikhu Ungkap Peran Oposisi PKS di Tengah Pemerintahan )

"Karena begitu ketangkep bayar Rp500.000, itu masih murah dari keuntungannya," ucapnya.

Oleh karena itu, Anthony meminta agar Kemenhub menata ulang sanksi denda tersebut. Maksud dari sanksi denda tersebut dibuat agar operator tertib bukanya malah sebaliknya.

"Saya pikir perlu ditata ulang supaya sanksi ini untuk menghilangkan pelanggarannya bukan untuk dibayar ga papa. Apalagi sampai dijadikan pendapatan daerah," jelasnya.
(uka)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More