Dua Pasal Revisi UU Minerba Jadi Sorotan Pengusaha
Jum'at, 22 Mei 2020 - 16:31 WIB
Pria yang berprofesi sebabagi advokat ini memberi gambaran, dulubanyak Bupati yang mengelurkan ijin tambang tumpang tindih lokasinya. Padahal, semua sudah mendapatkan C&C (clear & clean). Maksudnya kalau sudah dapat status tersebut harusnya tidak ada lagi tumpang tindih. Tapi kenyataannya ada. Siapa yang salah? Bupati yang mengeluarkan izin tambang, tapi C&C nya di pusat (Minerba).
"Dan pada saat itu oknum-oknum di Kabupaten dengan mudahnya memperjual belikan izin tambang. Sehingga Bupati dianggap sudah menjadi raja kecil di daerah. Makanya pemerintah pada saat itu menteri ESDM nya Jero Wacik memindahkan semua perizinan tambang ke Provinsi. Ini keliru besar! Tidak sesuai," urainya.
Dia juga menyoroti soal adanyaPTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang hinģga kini belum bekerja secara maksimal. "Kalau dilihat dari teorinya sih bagus tapi pada pelaksanaannya sangat tidak efektif. Kenapa? PTSP itu hanya sebagai loket tempat orang menyerahkan permohonan perizinan saja. Kemudian PTSP, menyerahkan dokumen tersebut ke Departemen atau Dinas terkait untuk pembahasan secara teknis. Hal ini mamakan waktu lama karena menunggu hasil evaluasi secara teknis dari Departemen atau Dinas terkait itu," tambahnya.
Naldy berharap dengan adanya arahan presiden Jokowi yang ingin memotong dan memperpendek jalur perizinan bisa mempermudah para pengusaha tambang untuk mendapatkan izin. "Dengan adanya semua ijin di tingkat provinsi malah sangat memperpanjang jalur birokrasi. Jadi kami minta arahan presiden harus dijalankan dengan cepat dan tepat. Kembalikan izin tambang di Kabupaten," pungkas Naldy Haroen.
"Dan pada saat itu oknum-oknum di Kabupaten dengan mudahnya memperjual belikan izin tambang. Sehingga Bupati dianggap sudah menjadi raja kecil di daerah. Makanya pemerintah pada saat itu menteri ESDM nya Jero Wacik memindahkan semua perizinan tambang ke Provinsi. Ini keliru besar! Tidak sesuai," urainya.
Dia juga menyoroti soal adanyaPTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang hinģga kini belum bekerja secara maksimal. "Kalau dilihat dari teorinya sih bagus tapi pada pelaksanaannya sangat tidak efektif. Kenapa? PTSP itu hanya sebagai loket tempat orang menyerahkan permohonan perizinan saja. Kemudian PTSP, menyerahkan dokumen tersebut ke Departemen atau Dinas terkait untuk pembahasan secara teknis. Hal ini mamakan waktu lama karena menunggu hasil evaluasi secara teknis dari Departemen atau Dinas terkait itu," tambahnya.
Naldy berharap dengan adanya arahan presiden Jokowi yang ingin memotong dan memperpendek jalur perizinan bisa mempermudah para pengusaha tambang untuk mendapatkan izin. "Dengan adanya semua ijin di tingkat provinsi malah sangat memperpanjang jalur birokrasi. Jadi kami minta arahan presiden harus dijalankan dengan cepat dan tepat. Kembalikan izin tambang di Kabupaten," pungkas Naldy Haroen.
(akr)
tulis komentar anda