Kebijakan Pungutan Ekspor Sawit Perkuat Industri Hilir

Kamis, 27 Mei 2021 - 13:18 WIB
Volume ekspor sawit dan turunannya di Maret naik menjadi 2,63 juta ton (crude oils 12% dan PPO 88 %). Bulan April, volume ekspor kembali naik menjadi 3,078 juta ton (crude oils 10,6 % dan PPO 89,4 %).

“Tingginya ekspor sawit dalam bentuk hilir akan memberikan nilai tambah lebih besar bagi industri sawit di dalam negeri,” ujar Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI.

(Baca juga:Industri Sawit Dukung Perlindungan Buruh Perempuan dan Anak)

Sahat menjelaskan bahwa regulasi pungutan ekspor memberikan insentif yang cukup attractive untuk mengekspor produk hilir. Alhasil, peningkatan nilai tambah di sektor hilir akan berkontribusi bagi banyak hal antara lain nilai devisa , lapangan kerja dan pajak negara. Dan elemen ini sering dilupakan oleh sebagian para pebisnis sawit Indonesia

“Semenjak Januari sampai Mei ini, harga sawit terus merangkak naik. Dari harga tender CPO Rp 9.900 per kilogram di Dumai, sekarang sudah di kisaran Rp11.700 per kilogram. Pungutan ekspor juga ikut naik sebagai dampak kenaikan harga,” ujarnya.

(Baca juga:Tangkal Black Campaign, Persepsi Positif Sawit Harus Terus Dibangun)

Di pasar global, selisih harga antara CPO dengan soya oil mencapai USD400 per ton. Menurut Sahat, besarnya selisih ini akan membuat negara konsumen minyak nabati untuk mencari nabati murah. Satu-satunya minyak yang terjangkau harganya adalah sawit. Di level harga rendah inilah yang menjadikan negara-negara sub-tropis penghasil soft oils berusaha untuk mendiskreditkan minyak sawit dari pasar dengan berbagai kampanye negatif akan sawit. Sementara itu, rerata harga minyak bumi USD37,2 per barel di periode yang sama tahun 2020, kini harga minyak bumi bertengger di USD67 per barel. Kenaikan harga minyak bumi ini juga memiliki relevansi dengan tingginya harga sawit.

“Jika dikatakan dengan pola pungutan yang sekarang memberi keuntungan bagi negara penghasil sawit lainnya. Kelihatannya ditiupkan oleh perusahaan kebun sawit asing yang ada di Indonesia. Lalu dikaitkan harga TBS sawit akan menurun, sebenarnya itu dipersepsikan. Faktanya dengan kenaikan tarif pungutan ikut mendongkrak harga TBS petani, dan sebaliknya di tahun 2019 tidak ada pungutan sama-sekali harga TBS petani mangkrak di level Rp 700 -850/kg,” jelasnya.

Kebijakan tarif pungutan sudah tepat di tengah kondisi sekarang. Komposisi ekspor yang dominan hilir, dikatakan Sahat, menunjukkan tarif pungutan sangat efektif. Dampak positifnya mendongkrak harga TBS petani.

(Baca juga:Wamendag Apresiasi Penerimaan Sejumlah Negara Eropa Terhadap Sawit Indonesia)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More