Pengamat: Pembentukan Bursa Kripto Demi Mengejar Capital Gain Tax
Jum'at, 18 Juni 2021 - 18:05 WIB
JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan berencana membentuk bursa berjangka untuk aset kripto yang ditargetkan rampung akhir tahun ini.
Bappebti beralasan, pembentukan bursa berjangka aset kripto untuk mengakomodir pesatnya perkembangan investasi kripto di Indonesia. Terkait hal ini, Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, tujuan dari pembuatan bursa kripto adalah mengejar capital gain tax atau pajak atas keuntungan dari transaksi kripto.
Menurut dia, kebijakan untuk meregulasi aset kripto sangat tidak konsisten dan Bhima menyebut ada tiga hal yang melatarbelakanginya. "Pertama, Bank Indonesia akan mengeluarkan central bank digital currency sementara bitcoin cs tidak dilarang. Tidak bisa ada dual sistem dalam sistem moneter di suatu negara. China misalnya meluncurkan yuan digital, kemudian membekukan semua aktivitas kripto lain," bebernya kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (18/6/2021).
Kedua, Bhima menyebut dengan memajaki kripto artinya dengan sadar pemerintah memasukkan bitcoin dan lainnya sebagai aset yang legal dan ini mempunyai implikasi panjang terkait dampak aset kripto terhadap spekulasi dan merugikan banyak investor.
"Masak negara memfasilitasi aset yang dia sendiri tidak punya kendali atas naik turunnya harga? Di pasar saham ada ARA dan ARB atau auto reject. Apa di bursa kripto juga ada? kan nggak logis harga bitcoin dikasih batas pemerintah," tukasnya.
Ketiga, dia menyebut dalam sehari terdapat Rp1,7 triliun perputaran uang di transaksi kripto. Artinya, uang yang harusnya masuk ke sektor riil malah berputar-putar di aset yang spekulatif.
"Ini kontra terhadap pemulihan ekonomi nasional. Jadi, pemerintah jangan lihat ini sumber penerimaan pajak saja kemudian mau diatur bursa berjangka. Dikaji juga implikasi ke risiko keuangan indonesia," cetusnya.
Bhima menyebut, jumlah investor kripto mencapai angka 4 juta, yang mana melebihi jumlah SID pasar modal Indonesia. Jika dianggap bersaing dari jumlah pengguna, maka investor kripto sudah mengalahkan bursa saham.
"Tapi perlu dicatat bahwa di bursa saham ada lembaga investasi, bank yang cukup besar. Sementara di aset kripto kan nggak boleh bank menempatkan dana di bitcoin misalnya, artinya dari sisi kapitalisasi pasar belum bisa kalahkan bursa saham," paparnya.
Bappebti beralasan, pembentukan bursa berjangka aset kripto untuk mengakomodir pesatnya perkembangan investasi kripto di Indonesia. Terkait hal ini, Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, tujuan dari pembuatan bursa kripto adalah mengejar capital gain tax atau pajak atas keuntungan dari transaksi kripto.
Menurut dia, kebijakan untuk meregulasi aset kripto sangat tidak konsisten dan Bhima menyebut ada tiga hal yang melatarbelakanginya. "Pertama, Bank Indonesia akan mengeluarkan central bank digital currency sementara bitcoin cs tidak dilarang. Tidak bisa ada dual sistem dalam sistem moneter di suatu negara. China misalnya meluncurkan yuan digital, kemudian membekukan semua aktivitas kripto lain," bebernya kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (18/6/2021).
Kedua, Bhima menyebut dengan memajaki kripto artinya dengan sadar pemerintah memasukkan bitcoin dan lainnya sebagai aset yang legal dan ini mempunyai implikasi panjang terkait dampak aset kripto terhadap spekulasi dan merugikan banyak investor.
"Masak negara memfasilitasi aset yang dia sendiri tidak punya kendali atas naik turunnya harga? Di pasar saham ada ARA dan ARB atau auto reject. Apa di bursa kripto juga ada? kan nggak logis harga bitcoin dikasih batas pemerintah," tukasnya.
Ketiga, dia menyebut dalam sehari terdapat Rp1,7 triliun perputaran uang di transaksi kripto. Artinya, uang yang harusnya masuk ke sektor riil malah berputar-putar di aset yang spekulatif.
"Ini kontra terhadap pemulihan ekonomi nasional. Jadi, pemerintah jangan lihat ini sumber penerimaan pajak saja kemudian mau diatur bursa berjangka. Dikaji juga implikasi ke risiko keuangan indonesia," cetusnya.
Bhima menyebut, jumlah investor kripto mencapai angka 4 juta, yang mana melebihi jumlah SID pasar modal Indonesia. Jika dianggap bersaing dari jumlah pengguna, maka investor kripto sudah mengalahkan bursa saham.
"Tapi perlu dicatat bahwa di bursa saham ada lembaga investasi, bank yang cukup besar. Sementara di aset kripto kan nggak boleh bank menempatkan dana di bitcoin misalnya, artinya dari sisi kapitalisasi pasar belum bisa kalahkan bursa saham," paparnya.
(ind)
tulis komentar anda