Revisi UU Jadi Solusi Redam Kisruh Rangkap Jabatan di BUMN

Rabu, 23 Juni 2021 - 18:38 WIB
Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng. FOTO/MNC Media
JAKARTA - Mantan Menteri BUMN, Tanri Abeng mengusulkan agar rangkap jabatan direksi dan komisaris perusahaan negara diatur dalam Undang-undang BUMN yang baru. Dualisme kepemimpinan itu khususnya terjadi di Holding BUMN. Saat dimintai keterangannya sebagai praktisi oleh panitia kerja (Panja) DPR, Tanri menjelaskan, ada manajemen holding yang menjabat di struktur kepengurusan anak dan cucu usahanya.

Padahal, proses menjalankan bisnis anak dan cucu perusahaan yang terikat menjadi tugas utama manajemen holding. Perkaranya, manajemen dibayar secara double oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham. Karena itu, Tanri menilai, ada regulasi yang membatasi rangkap jabatan tersebut. Setidaknya, manajemen holding hanya menjabat di anak bisnisnya saja.

"Kiat mau membicarakan UU yang akan datang, saya mengusulkan supaya jabatan rangkap ini juga bisa dimasukkan. kalau saya, satu hal, di BUMN ini ada anak dan cuci, bisa bisa direksi di holding dimasukin ke anak cucu. Kalau berkenaan, ini dibatasi kepada anaknya saja. Ini, tidak ada pembayaran honor yang double. Karena seorang direktur sudah digaji untuk itu, ya, kalau dia bekerja ke bawah, ya itu bagian dari tugasnya," ujarnya Rabu (23/6/2021).





Poin lain yang diusulkan Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) adalah penguatan tugas dewan komisaris BUMN. Menurutnya, komisaris bersama direksi harus terlibat dalam pembahasan perencanaan program dan kebijakan jangka panjang perusahaan. Dengan demikian, dewan komisaris memiliki kontribusi pemikiran saat penyusunan konsep rencana jangka panjang korporasi ke depan.

"Di dalam direksi merencanakan jangka panjang, ya, ini sebenarnya direksi menyediakan rencana jangka panjang sebaiknya ditambahkan berkonsultasi dengan dewan komisaris. Artinya apa? Jangan dewan komisaris disuruh naikin saja. Ini penting, karena komisaris juga berkontribusi pada pemikiran dan konsep rencana jangka panjang," tutur dia.

Asumsi tersebut didasari atas pengalaman Tanri selama menjabat sebagai komisaris utama Pertamina sejak 2015 silam. Menurutnya, tidak semua dewan komisaris terlibat dalam pembahasan program atau kebijakan perusahaan. Justru, komisaris hanya menerima dokumen rapi yang diberikan direksi untuk ditandatangani. Padahal, komisaris dibayar pemegang saham atau Kementerian BUMN.



Meskipun, kondisi tersebut tidak dialaminya selama menjadi Komut Pertamina. Namun, posisi 'komisaris terima bersih' banyak dilakukan oleh dewan penasehat perseroan negara lainnya. "Dari pengalaman saya di awal saya jadi dewan komisaris, saya sudah mengambil sikap, bahwa saya tidak akan menandatangani apapun yang direksi usulkan, tanpa saya terlibat di dalam pembahasan itu, itu posisi yang saya ambil. Tapikan tidak semua dewan komisaris mengambil posisi itu," katanya.
(nng)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More