Faisal Basri: Utang PLN Sehat Dipakai Buat Investasi
Sabtu, 10 Juli 2021 - 11:00 WIB
JAKARTA - Ekonom Faisal Basri berkomentar terkait kekhawatiran utang PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang disamakan dengan Garuda Indonesia. Faisal menyebut kedua utang PLN jauh berbeda seperti langit dan bumi.
Garuda Indonesia menurut Faisal memiliki pendapatan yang terus merosot, terutama pada masa pembatasan yang membuat maskapai BUMN itu semakin sengsara. "Kalau Garuda kan utang tapi asetnya tidak nambah, nambahnya relatif. Jadi peningkatan aset jauh lebih kecil dibadingkan peningkatan utang," ungkap dia, saat dihubungi MNC Portal Indonesia.
Keuntungan Garuda Indonesia juga tercatat timbul tenggelam dengan kerugian dalam 5 tahun terakhir rugi Rp35 triliun (2020-belum diaudit), untung Rp97,72 (2019), rugi Rp2,45 triliun (2018), rugi Rp2,98 triliun (2017), untung Rp124 miliar (2016). Sementara utang PLN, terang Faisal, seimbang dengan aset korporasi yang dibuktikan dengan pemanfaatan dana utang untuk membangun gardu induk, pembangkit, jaringan dan melistriki sebanyak 99,2 persen masyarakat.
"Kalau PLN itu ya, kan orang masih pakai listrik, jadi pendapatannya terus ada, walaupun turun di (pemakaian) industri: hotel, resto, tapi rumah tangga kan naik. Orang pada di rumah terus, konsumsi listriknya naik," ungkapnya.
Sepanjang 2020, PLN memperoleh keuntungan Rp6 Triliun dan juga pada tahun-tahun sebelumnya: Rp4,32 triliun (2019), Rp11,6 triliun (2018), Rp4,42 triliun (2017), Rp10,5 triliun (2016). Satu hal yang membuat PLN untung di antaranya berasal dari operasional yang lebih efisien. Menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), PLN mampu menekan ongkos operasional Rp32 triliun sepanjang 2020.
Berkomentar ihwal upaya refinancing PLN, Faisal menyebut bahwa itu adalah hal yang biasa. Langkah refinancing dilakukan karena selama pembatasan sosial, listrik terus menyala sehingga membebani ongkos operasi, ditambah utang-utang sebelumnya.
"Selama PPKM Darurat, kan pakai uang semua, itu PLN harus pinjam kan, pinjamnya jangka pendek, bunganya komersial, jadi beban operasinya naik, ditambah beban utang sebelum-sebelumnya naik. Nah yang pertama itu (PPKM Darurat) ga bisa dikendalikan oleh PLN, itu masalah pemerintah. Nah makanya itu, PLN melakukan refinancing," terangnya.
Upaya refinancing PLN yang juga mendapat arahan dari Menteri BUMN Erick Thohir ini menurut Faisal normal dan banyak dilakukan berbagai perusahaan. "Kalo dilihat dari kinerja PLN, kemampuan seperti itu-lah yang membuatnya bisa untung," ujarnya. Dia berharap pendapatan PLN tahun 2021 lebih baik dari tahun sebelumnya. "Sekarang rakyat sudah terlistriki 99,2 persen. Jadi kelihatan. Jadi insyaallah jauh seperti langit dan bumi, (utang) Garuda dan PLN ini," terangnya.
Garuda Indonesia menurut Faisal memiliki pendapatan yang terus merosot, terutama pada masa pembatasan yang membuat maskapai BUMN itu semakin sengsara. "Kalau Garuda kan utang tapi asetnya tidak nambah, nambahnya relatif. Jadi peningkatan aset jauh lebih kecil dibadingkan peningkatan utang," ungkap dia, saat dihubungi MNC Portal Indonesia.
Keuntungan Garuda Indonesia juga tercatat timbul tenggelam dengan kerugian dalam 5 tahun terakhir rugi Rp35 triliun (2020-belum diaudit), untung Rp97,72 (2019), rugi Rp2,45 triliun (2018), rugi Rp2,98 triliun (2017), untung Rp124 miliar (2016). Sementara utang PLN, terang Faisal, seimbang dengan aset korporasi yang dibuktikan dengan pemanfaatan dana utang untuk membangun gardu induk, pembangkit, jaringan dan melistriki sebanyak 99,2 persen masyarakat.
"Kalau PLN itu ya, kan orang masih pakai listrik, jadi pendapatannya terus ada, walaupun turun di (pemakaian) industri: hotel, resto, tapi rumah tangga kan naik. Orang pada di rumah terus, konsumsi listriknya naik," ungkapnya.
Sepanjang 2020, PLN memperoleh keuntungan Rp6 Triliun dan juga pada tahun-tahun sebelumnya: Rp4,32 triliun (2019), Rp11,6 triliun (2018), Rp4,42 triliun (2017), Rp10,5 triliun (2016). Satu hal yang membuat PLN untung di antaranya berasal dari operasional yang lebih efisien. Menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), PLN mampu menekan ongkos operasional Rp32 triliun sepanjang 2020.
Berkomentar ihwal upaya refinancing PLN, Faisal menyebut bahwa itu adalah hal yang biasa. Langkah refinancing dilakukan karena selama pembatasan sosial, listrik terus menyala sehingga membebani ongkos operasi, ditambah utang-utang sebelumnya.
"Selama PPKM Darurat, kan pakai uang semua, itu PLN harus pinjam kan, pinjamnya jangka pendek, bunganya komersial, jadi beban operasinya naik, ditambah beban utang sebelum-sebelumnya naik. Nah yang pertama itu (PPKM Darurat) ga bisa dikendalikan oleh PLN, itu masalah pemerintah. Nah makanya itu, PLN melakukan refinancing," terangnya.
Upaya refinancing PLN yang juga mendapat arahan dari Menteri BUMN Erick Thohir ini menurut Faisal normal dan banyak dilakukan berbagai perusahaan. "Kalo dilihat dari kinerja PLN, kemampuan seperti itu-lah yang membuatnya bisa untung," ujarnya. Dia berharap pendapatan PLN tahun 2021 lebih baik dari tahun sebelumnya. "Sekarang rakyat sudah terlistriki 99,2 persen. Jadi kelihatan. Jadi insyaallah jauh seperti langit dan bumi, (utang) Garuda dan PLN ini," terangnya.
(nng)
tulis komentar anda