Komoditas Strategis Perkebunan Akan Dibuatkan Undang-Undang
Jum'at, 03 September 2021 - 18:12 WIB
JAKARTA - Komoditas strategis perkebunan yang selama ini berkontribusi terhadap perekonomian nasional akan diproteksi menggunakan payung hukum berupa undang-undang (UU). Harapannya, komoditas-komoditas yang dilindungi tersebut akan lebih berkembang dan terus berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.
“Hingga saat ini masih ada kekosongan hukum yang bisa memproteksi komoditi-komoditi strategis perkebunan kita,” ujar Anggota Komisi IV Firman Subagyo di Jakarta, Jumat (3/9/2021).
(Baca juga:Perkebunan Teh dan Masjid At Ta’awun Puncak Diserbu Wisatawan)
Padahal, lanjut Firman, ada beberapa komoditas perkebunan yang telah terbukti berkontribusi pada perekonomian nasional. Tembakau misalnya, berkontribusi pada penerimaan negara dari cukai sekitar Rp172 triliun. “Itu belum termasuk dari pajak dan penyerapan tenaga kerja yang bekerja di sektor tembakau baik di on farm (hulu) maupun di industri hingga pemasarannya,” ujar politikus Partai Golkar ini.
Sementara itu untuk kelapa sawit lebih besar lagi. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan pada 2020 sawit menghasilkan devisa sebesar USD22,97 miliar atau setara dengan Rp321,5 triliun.
(Baca juga:Holding BUMN Perkebunan Ini Bakal Melantai di Bursa)
Kontribusi itu belum termasuk pajak dan tenaga kerja yang bekerja di sektor kelapa sawit. Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan industri kelapa sawit ini mampu menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung.
Menurut Firman Subagyo, komoditas yang akan diproteksi dalam UU ini nantinya bukan hanya tembakau dan kelapa sawit saja, namun juga ada kopi, karet, teh maupun tebu. “Mungkin nanti akan ada lima atau enam komoditas,” katanya.
(Baca juga:Direktur Holding Perkebunan Nusantara Tinjau Kesiapan Giling PTPN XIV)
“Hingga saat ini masih ada kekosongan hukum yang bisa memproteksi komoditi-komoditi strategis perkebunan kita,” ujar Anggota Komisi IV Firman Subagyo di Jakarta, Jumat (3/9/2021).
(Baca juga:Perkebunan Teh dan Masjid At Ta’awun Puncak Diserbu Wisatawan)
Padahal, lanjut Firman, ada beberapa komoditas perkebunan yang telah terbukti berkontribusi pada perekonomian nasional. Tembakau misalnya, berkontribusi pada penerimaan negara dari cukai sekitar Rp172 triliun. “Itu belum termasuk dari pajak dan penyerapan tenaga kerja yang bekerja di sektor tembakau baik di on farm (hulu) maupun di industri hingga pemasarannya,” ujar politikus Partai Golkar ini.
Sementara itu untuk kelapa sawit lebih besar lagi. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan pada 2020 sawit menghasilkan devisa sebesar USD22,97 miliar atau setara dengan Rp321,5 triliun.
(Baca juga:Holding BUMN Perkebunan Ini Bakal Melantai di Bursa)
Kontribusi itu belum termasuk pajak dan tenaga kerja yang bekerja di sektor kelapa sawit. Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan industri kelapa sawit ini mampu menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung.
Menurut Firman Subagyo, komoditas yang akan diproteksi dalam UU ini nantinya bukan hanya tembakau dan kelapa sawit saja, namun juga ada kopi, karet, teh maupun tebu. “Mungkin nanti akan ada lima atau enam komoditas,” katanya.
(Baca juga:Direktur Holding Perkebunan Nusantara Tinjau Kesiapan Giling PTPN XIV)
Lihat Juga :
tulis komentar anda