Jalan Berliku Penyederhanaan Tarif Cukai Tembakau
Rabu, 08 September 2021 - 02:26 WIB
Dari segi pelanggaran dan rokok ilegal, penyederhanaan struktur cukai pun dinilai menjadi opsi yang efektif dilakukan untuk mengurangi rokok ilegal.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Kun Haribowo menjelaskan, berdasarkan hasil analisanya terkait pengaruh berbagai variabel terhadap rokok ilegal dan penerimaan negara, terlihat bahwa tarif cukai dan layer cukai merupakan 2 variabel terpenting yang mempengaruhi rokok ilegal dan penerimaan negara.
Kun juga mengungkapkan, berdasarkan hasil survei rokok ilegal nasional yang dilakukan UGM pada 2010 hingga 2020, pelanggaran rokok ilegal secara konsisten lebih banyak pada Salah Personalisasi dan Salah Peruntukan dan gabungannya. Hal ini berarti ada upaya pemanfaatan tarif cukai yang lebih murah.
Pelanggaran ini disebabkan struktur tarif cukai yang sangat rumit. Merujuk pada hasil penelitian yang berjudul Optimization of Excise Revenue in Indonesia, Kun menjelaskan bahwa sudah terbukti jika jumlah penyimpangan yang terjadi pada tarif yang kompleks lebih tinggi dibanding dengan penyimpangan yang terjadi pada tarif sederhana.
Kompleksitas struktur cukai juga sangat berpengaruh pada tidak tercapainya upaya pengurangan prevalensi merokok di Indonesia khususnya pada anak-anak.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan dr. Kalsum Komaryani menjelaskan, prevalensi perokok Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN dengan kanker paru-paru menjadi 10 penyakit kanker terbanyak di Indonesia untuk laki-laki. Kalsum juga mengingatkan bahwa meskipun angka produksi rokok menurun, namun nyatanya konsumsi rokok tetap tinggi khususnya pada populasi 10 – 18 tahun.
Kementerian Kesehatan, ujar Kalsum, terus berharap agar struktur cukai tembakau dapat terus disederhanakan. Pasalnya, penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau tidak hanya berpotensi efektif untuk meningkatkan penerimaan negara sebesar hingga Rp 19 triliun, namun juga mengurangi konsumsi rokok yang tentunya akan mempengaruhi kualitas SDM Indonesia.
”Meskipun tadi datanya ada penurunan produksi rokok, tapi tidak berpengaruh terhadap penurunan prevalensi perokok anak. Kita harus memperbaiki keadaan salah satunya menyederhanakan struktur cukai,” tutup Kalsum.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Kun Haribowo menjelaskan, berdasarkan hasil analisanya terkait pengaruh berbagai variabel terhadap rokok ilegal dan penerimaan negara, terlihat bahwa tarif cukai dan layer cukai merupakan 2 variabel terpenting yang mempengaruhi rokok ilegal dan penerimaan negara.
Kun juga mengungkapkan, berdasarkan hasil survei rokok ilegal nasional yang dilakukan UGM pada 2010 hingga 2020, pelanggaran rokok ilegal secara konsisten lebih banyak pada Salah Personalisasi dan Salah Peruntukan dan gabungannya. Hal ini berarti ada upaya pemanfaatan tarif cukai yang lebih murah.
Pelanggaran ini disebabkan struktur tarif cukai yang sangat rumit. Merujuk pada hasil penelitian yang berjudul Optimization of Excise Revenue in Indonesia, Kun menjelaskan bahwa sudah terbukti jika jumlah penyimpangan yang terjadi pada tarif yang kompleks lebih tinggi dibanding dengan penyimpangan yang terjadi pada tarif sederhana.
Kompleksitas struktur cukai juga sangat berpengaruh pada tidak tercapainya upaya pengurangan prevalensi merokok di Indonesia khususnya pada anak-anak.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan dr. Kalsum Komaryani menjelaskan, prevalensi perokok Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN dengan kanker paru-paru menjadi 10 penyakit kanker terbanyak di Indonesia untuk laki-laki. Kalsum juga mengingatkan bahwa meskipun angka produksi rokok menurun, namun nyatanya konsumsi rokok tetap tinggi khususnya pada populasi 10 – 18 tahun.
Kementerian Kesehatan, ujar Kalsum, terus berharap agar struktur cukai tembakau dapat terus disederhanakan. Pasalnya, penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau tidak hanya berpotensi efektif untuk meningkatkan penerimaan negara sebesar hingga Rp 19 triliun, namun juga mengurangi konsumsi rokok yang tentunya akan mempengaruhi kualitas SDM Indonesia.
”Meskipun tadi datanya ada penurunan produksi rokok, tapi tidak berpengaruh terhadap penurunan prevalensi perokok anak. Kita harus memperbaiki keadaan salah satunya menyederhanakan struktur cukai,” tutup Kalsum.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda