Ekonom Ini Sebut Tax Amnesty hanya Bikin Pengemplang Pajak Happy
Senin, 11 Oktober 2021 - 14:15 WIB
JAKARTA - Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pengampunan pajak ( tax amnesty ) jilid II tahun depan belum tentu efektif. Bahkan, Bhima menyebut tax amnesty hanya akan membuat pengemplang pajak semakin bahagia.
"Banyak yang berasumsi kalau ada tax amnesty jilid II, kenapa tidak mungkin ada tax amnesty jilid III? Ini juga belum tentu efektif. Akibatnya, tax amnesty akan dijadikan peluang bagi pengemplang pajak dan mereka akan bahagia," kata Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (11/10/2021).
Bhima menyebut tax amnesty jilid II merupakan sebuah langkah mundur. Bukannya mendorong kepatuhan pajak, program itu justru memberikan ruang bagi wajib pajak yang sudah diberi kesempatan tax amnesty pada 2016 lalu, yang belum tentu juga akan ikut. "Yang terjadi justru ada penurunan dan kepercayaan terhadap pemerintah karena tax amnesty ternyata berulang lagi," tandasnya.
Bhima menyebut Kebijakan tax amnesty jilid II juga lemah karena tidak menjelaskan mekanisme screening harta para wajib pajak yang ikut tax amnesty. "Secara tarif pajak/tebusan memang lebih tinggi dibandingkan tax amnesty jilid I, tapi tidak signifikan. Artinya, pengemplang pajak tetap tidak akan manfaatkan tax amnesty jilid II ini karena biaya pengampunannya masih dianggap rendah," ujarnya.
Bhima pun menilai adanya tax amnesty hanya membantu dalam satu tahun fiskal saja, alias sangat sementara. Dia menjelaskan, faktor ini disebabkan karena tindak lanjut terhadap data pajak tax amnesty ternyata tidak dilakukan secara serius.
"Banyak yang berasumsi kalau ada tax amnesty jilid II, kenapa tidak mungkin ada tax amnesty jilid III? Ini juga belum tentu efektif. Akibatnya, tax amnesty akan dijadikan peluang bagi pengemplang pajak dan mereka akan bahagia," kata Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (11/10/2021).
Bhima menyebut tax amnesty jilid II merupakan sebuah langkah mundur. Bukannya mendorong kepatuhan pajak, program itu justru memberikan ruang bagi wajib pajak yang sudah diberi kesempatan tax amnesty pada 2016 lalu, yang belum tentu juga akan ikut. "Yang terjadi justru ada penurunan dan kepercayaan terhadap pemerintah karena tax amnesty ternyata berulang lagi," tandasnya.
Bhima menyebut Kebijakan tax amnesty jilid II juga lemah karena tidak menjelaskan mekanisme screening harta para wajib pajak yang ikut tax amnesty. "Secara tarif pajak/tebusan memang lebih tinggi dibandingkan tax amnesty jilid I, tapi tidak signifikan. Artinya, pengemplang pajak tetap tidak akan manfaatkan tax amnesty jilid II ini karena biaya pengampunannya masih dianggap rendah," ujarnya.
Bhima pun menilai adanya tax amnesty hanya membantu dalam satu tahun fiskal saja, alias sangat sementara. Dia menjelaskan, faktor ini disebabkan karena tindak lanjut terhadap data pajak tax amnesty ternyata tidak dilakukan secara serius.
(fai)
tulis komentar anda