Rupiah Menguat ke Rp13.877, Gubernur BI: Masih Undervalued
Jum'at, 05 Juni 2020 - 16:11 WIB
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus menguat terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada Jumat (5/6/2020). Kurs rupiah di pasar spot Bloomberg pada pukul 16.02 WIB, perkasa 217 poin atau 1,54% ke level Rp13.877 per USD, dibandingkan posisi Kamis kemarin di Rp14.095 per USD.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan rasa syukurnya terkait penguatan nilai tukar rupiah. Ia pun optimis nilai tukar rupiah akan terus menguat karena saat ini nilainya masih dianggap terlalu rendah.
"Alhamdulillah sore ini sudah di bawah Rp14.000 per USD, alhamdulillah terus menunjukkan penguatan sejalan dengan pandangan kami. Nilai tukar untuk hari ini, kami pandang masih undervalued, sehingga ke depannya masih berpotensi terus menguat," ujar Perry dalam video conference, Jumat (5/6/2020).
Perry menjelaskan ada beberapa indikator mengapa rupiah akan bisa terus menguat, beberapa diantaranya yaitu inflasi yang terkendali, defisit transaksi berjalan, perbedaan suku bunga dan Credit Default Swap atau CDS.
"Indikator premi risiko Indonesia CDS itu sekarang kurang lebih 126 bps, sudah menurun memang. Dulu pernah 245 bps, tertinggi. Tapi sekarang sekitar 126 bps tetapi kalau dibanding sebelum Covid, itu masih tinggi. Karena sebelum Covid, sempat 66 bps sampai 68 bps," katanya.
Sebagai informasi, penguatan juga terjadi di sejumlah mata uang Asia lainnya. Tercatat, dolar Singapura menguat 0,31%, ringgit Malaysia 0,34%, won Korea Selatan 0,66%, dan peso Filipina 0,39%.
Hal yang sama terjadi pada mayoritas mata uang di negara maju. Poundsterling Inggris menguat 0,13%, dolar Kanada 0,07%, dan dolar Australia 0,46%.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan rasa syukurnya terkait penguatan nilai tukar rupiah. Ia pun optimis nilai tukar rupiah akan terus menguat karena saat ini nilainya masih dianggap terlalu rendah.
"Alhamdulillah sore ini sudah di bawah Rp14.000 per USD, alhamdulillah terus menunjukkan penguatan sejalan dengan pandangan kami. Nilai tukar untuk hari ini, kami pandang masih undervalued, sehingga ke depannya masih berpotensi terus menguat," ujar Perry dalam video conference, Jumat (5/6/2020).
Perry menjelaskan ada beberapa indikator mengapa rupiah akan bisa terus menguat, beberapa diantaranya yaitu inflasi yang terkendali, defisit transaksi berjalan, perbedaan suku bunga dan Credit Default Swap atau CDS.
"Indikator premi risiko Indonesia CDS itu sekarang kurang lebih 126 bps, sudah menurun memang. Dulu pernah 245 bps, tertinggi. Tapi sekarang sekitar 126 bps tetapi kalau dibanding sebelum Covid, itu masih tinggi. Karena sebelum Covid, sempat 66 bps sampai 68 bps," katanya.
Sebagai informasi, penguatan juga terjadi di sejumlah mata uang Asia lainnya. Tercatat, dolar Singapura menguat 0,31%, ringgit Malaysia 0,34%, won Korea Selatan 0,66%, dan peso Filipina 0,39%.
Hal yang sama terjadi pada mayoritas mata uang di negara maju. Poundsterling Inggris menguat 0,13%, dolar Kanada 0,07%, dan dolar Australia 0,46%.
(bon)
tulis komentar anda