Industri Penjaminan Harus Ikuti Tren Konsumen: No Ribet!

Senin, 20 Desember 2021 - 21:55 WIB
Kredit UMKM butuh penjaminan agar usaha kecil berjalan lancar. Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Pengamat industri penjaminan , Diding S. Anwar, menilai pertumbuhan industri penjaminan Tanah Air sangat tergantung pada etika bisnis dan penerapan tata kelola perusahaan (GCG). Menurut mantan bos Jamkrindo ini, tanpa etika dan GCG dalam berbisnis perusahaan bisa berujung jadi tidak sehat dan berantakan.



Menurutnya, ke depan industri penjaminan harus mengikuti tren kebutuhan masyarakat. Tak pelak, industri penjaminan butuh antisipasi, koreksi, serta restorasi agar ada pembenahan sehingga dipercaya masyarakat.



"Butuh pembenahan agar industri penjaminan mengikuti tren konsumen, yaitu no ribet, no bad service, dan no fraud," ujar Diding saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta (20/12/2021).

Dia melihat tren di masa sekarang tentu harus beradaptasi dengan kebiasaan tidak bepergian, tanpa banyak dokumen, dan bisa diakses dari mana saja. Itu berlaku pula saat mengakses industri penjaminan.

"Istilahnya masyarakat sekarang gemar no visit karena WFH, no document, dan bisa diakses di mana pun kapan pun serta siapa pun," ujarnya.

Dia melanjutkan mengenai etika bisnis, berarti industri penjaminan harus tetap profesional dan jangan lagi mencari-cari kesalahan pihak lain. Bisnis berarti soal menepati janji kepada seluruh stakeholder, pelanggan, pegawai, investor, mitra, dan masyarakat.

Kemudian mengenai GCG dia mengatakan harus mengambil pelanggaran dari kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Masyarakat dikejutkan dengan perusahaan nasional yang terkena kasus hukum karena melanggar GCG dalam mengelola bisnis dan moralitas yang berlaku secara universal.

"GCG harus dipedomani, bila tidak tentu bisa merugikan dan membuat trauma atau terganggunya kepercayaan masyarakat konsumen. Tentu akibatnya mengganggu operasional perusahaan," katanya.

Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai outstanding industri penjaminan meningkat 18,25% yoy menjadi Rp273,68 triliun hingga Mei 2021. Nilai terkumpul dari 20 perusahaan penjaminan baik dari BUMN, daerah, maupun swasta.



Lebih detail, outstanding tersebut berasal dari dua penjaminan, yakni usaha produktif sebesar Rp177,81 triliun dan nonproduktif senilai Rp 95,87 triliun. Dengan jumlah debitur terjamin menyentuh 18,26 juta orang.
(uka)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More