Imbas Covid-19, Industri Tekstil dan Produk Tekstil Minus 1,24%
Selasa, 09 Juni 2020 - 13:05 WIB
JAKARTA -
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi salah satu industri yang terdampak cukup berat akibat pandemi Covid-19 yang ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan industri menjadi -1,24% pada kuartal I/2020. Selain itu, terjadi penurunan ekspor sebesar 14,2% menjadi USD3,77 miliar pada bulan Januari sampai April 2020.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, utilisasi produksi industri TPT juga mengalami penurunan hingga 30% serta terjadinya banyak perumahan karyawan sebesar 1,6 juta orang.
"Industri TPT ini berupaya mempertahankan kinerja industrinya dengan melakukan diversifikasi produk, dengan membantu pemenuhan alat pelindung diri (APD) dan masker untuk tenaga medis serta memproduksi masker dari kain sehingga terjadi peningkatan signifikan pada produksi coverall, surgical gown, dan surgical mask," ujarnya dalam sambutan di Webinar "APD Indonesia Siap Melindungi Tenaga Medis Seluruh Dunia", Jakarta, Selasa (9/6/2020).
(Baca Juga: Industri Tekstil PHK 2,1 Juta Pekerja Dampak Corona)
Agus melanjutkan, berdasarkan data yang disusun Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), diperoleh data bahwa terjadi surplus produksi sampai Desember 2020 sebanyak 1,9 miliar pieces (pcs) untuk masker bedah.
Selanjutnya, 377,7 juta pcs untuk masker kain, 13,2 juta pcs untuk pakaian bedah atau surgical gown, dan 356,6 juta pakaian pelindung medis atau cover all.
"Kecuali untuk masker N95 yang masih mengalami defisit sebesar 5,4 juta pcs karena saat ini hanya terdapat 1 produsen dengan kapasitas 250 pcs per bulan," ungkapnya.
Menurut dia, APD dan masker yang diproduksi di dalam negeri telah memenuhi standar medis WHO. Bahkan beberapa produk dalam negeri sudah lulus uji standar WHO yang diujikan di Amerika Serikat dan Taiwan sehingga aman digunakan untuk tenaga medis di seluruh dunia.
"Oversupply ini perlu diikuti tindakan yang tepat karena potensi ekspor yang sangat besar. Kebutuhan dunia yang meningkat dapat menjadi trigger agar industri dalam negeri dapat bertahan sekaligus dapat memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi termasuk membantu negara lain," jelasnya.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi salah satu industri yang terdampak cukup berat akibat pandemi Covid-19 yang ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan industri menjadi -1,24% pada kuartal I/2020. Selain itu, terjadi penurunan ekspor sebesar 14,2% menjadi USD3,77 miliar pada bulan Januari sampai April 2020.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, utilisasi produksi industri TPT juga mengalami penurunan hingga 30% serta terjadinya banyak perumahan karyawan sebesar 1,6 juta orang.
"Industri TPT ini berupaya mempertahankan kinerja industrinya dengan melakukan diversifikasi produk, dengan membantu pemenuhan alat pelindung diri (APD) dan masker untuk tenaga medis serta memproduksi masker dari kain sehingga terjadi peningkatan signifikan pada produksi coverall, surgical gown, dan surgical mask," ujarnya dalam sambutan di Webinar "APD Indonesia Siap Melindungi Tenaga Medis Seluruh Dunia", Jakarta, Selasa (9/6/2020).
(Baca Juga: Industri Tekstil PHK 2,1 Juta Pekerja Dampak Corona)
Agus melanjutkan, berdasarkan data yang disusun Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), diperoleh data bahwa terjadi surplus produksi sampai Desember 2020 sebanyak 1,9 miliar pieces (pcs) untuk masker bedah.
Selanjutnya, 377,7 juta pcs untuk masker kain, 13,2 juta pcs untuk pakaian bedah atau surgical gown, dan 356,6 juta pakaian pelindung medis atau cover all.
"Kecuali untuk masker N95 yang masih mengalami defisit sebesar 5,4 juta pcs karena saat ini hanya terdapat 1 produsen dengan kapasitas 250 pcs per bulan," ungkapnya.
Menurut dia, APD dan masker yang diproduksi di dalam negeri telah memenuhi standar medis WHO. Bahkan beberapa produk dalam negeri sudah lulus uji standar WHO yang diujikan di Amerika Serikat dan Taiwan sehingga aman digunakan untuk tenaga medis di seluruh dunia.
"Oversupply ini perlu diikuti tindakan yang tepat karena potensi ekspor yang sangat besar. Kebutuhan dunia yang meningkat dapat menjadi trigger agar industri dalam negeri dapat bertahan sekaligus dapat memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi termasuk membantu negara lain," jelasnya.
(fjo)
Lihat Juga :
tulis komentar anda