Duga Ada Kartel Minyak Goreng, KPPU: Alasan Harga CPO Global Tak Masuk Akal
Kamis, 20 Januari 2022 - 18:45 WIB
JAKARTA - Setelah YLKI, kini giliran Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ) melihat adanya sinyal praktik kartel dari meroketnya harga minyak goreng . Diduga perusahaan-perusahaan besar dalam negeri kompak menaikkan harga karena melihat harga CPO dunia.
"Harga minyak goreng di pasar itu dinaikkan sendiri oleh para produsen minyak goreng dalam negeri setelah tahu harga internasionalnya tinggi. Dilihat dari sisi lain, tidak ada kenaikan biaya produksi sebetulnya. Mereka kan punya lahan sawit sendiri. Perilaku ini bisa dimaknai sebagai sinyal (kartel)," ujar Komisioner KPPU Ukay Karyadi dalam konferensi pers secara daring, Kamis (20/1/2022).
Ukay menjelaskan pasar minyak goreng di Indonesia cenderung mengarah ke struktur yang oligopoli. Menurutnya, jika produsen minyak kelapa sawit ini memproduksi dari lahan sawitnya sendiri, maka seharusnya produsen dalam negeri tidak kompakan menaikkan harga minyak goreng.
"Alasan adanya kenaikan harga CPO di pasar Internasional itu masuk akal. Tapi di sisi lain kan kebunnya milik sendiri. Kenapa juga harus dinaikan. Kalau pun tidak dinaikan, kan pabrik itu untung. Karena kalau di tempat lain naik tapi dianya enggak naik kan bakal diserbu masyarakat," terangnya.
Walau begitu, kata Ukay, perlu tetap dilakukan penyelidikan kepada para kartel minyak goreng yang disinyalir mengarah kepada pelaku pengusaha minyak goreng untuk dipastikan kebenerannya secara hukum.
"Namun demikian sebagai penegakan hukum harus tetap dibuktikan," ucapnya.
Dia juga berujar, alasan lain adanya dugaan kartel minyak goreng ini karena sebaran pabrik minyak goreng di Indonesia tidak merata. Dijabarkan, bahwa pabrik minyak goreng lokal hanya ada di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta.
"Jadi jika industri-industri minyak goreng menaikkan harga di pasar tradisional maupun di ritel modern, masyarakat enggak mau beli," pungkasnya.
Sepekan sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga terjadi praktik kartel penimbunan stok minyak goreng oleh pihak tertentu yang membuat harga minyak goreng di pasar tetap tinggi. Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan dugaan itu diperkuat dengan tak kunjung turunnya harga minyak goreng di pasar kendati periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) sudah berakhir.
"Saya curiga ada praktik kartel atau oligopoli," kata Tulus.
Baca Juga
"Harga minyak goreng di pasar itu dinaikkan sendiri oleh para produsen minyak goreng dalam negeri setelah tahu harga internasionalnya tinggi. Dilihat dari sisi lain, tidak ada kenaikan biaya produksi sebetulnya. Mereka kan punya lahan sawit sendiri. Perilaku ini bisa dimaknai sebagai sinyal (kartel)," ujar Komisioner KPPU Ukay Karyadi dalam konferensi pers secara daring, Kamis (20/1/2022).
Ukay menjelaskan pasar minyak goreng di Indonesia cenderung mengarah ke struktur yang oligopoli. Menurutnya, jika produsen minyak kelapa sawit ini memproduksi dari lahan sawitnya sendiri, maka seharusnya produsen dalam negeri tidak kompakan menaikkan harga minyak goreng.
"Alasan adanya kenaikan harga CPO di pasar Internasional itu masuk akal. Tapi di sisi lain kan kebunnya milik sendiri. Kenapa juga harus dinaikan. Kalau pun tidak dinaikan, kan pabrik itu untung. Karena kalau di tempat lain naik tapi dianya enggak naik kan bakal diserbu masyarakat," terangnya.
Walau begitu, kata Ukay, perlu tetap dilakukan penyelidikan kepada para kartel minyak goreng yang disinyalir mengarah kepada pelaku pengusaha minyak goreng untuk dipastikan kebenerannya secara hukum.
"Namun demikian sebagai penegakan hukum harus tetap dibuktikan," ucapnya.
Dia juga berujar, alasan lain adanya dugaan kartel minyak goreng ini karena sebaran pabrik minyak goreng di Indonesia tidak merata. Dijabarkan, bahwa pabrik minyak goreng lokal hanya ada di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta.
"Jadi jika industri-industri minyak goreng menaikkan harga di pasar tradisional maupun di ritel modern, masyarakat enggak mau beli," pungkasnya.
Sepekan sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga terjadi praktik kartel penimbunan stok minyak goreng oleh pihak tertentu yang membuat harga minyak goreng di pasar tetap tinggi. Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan dugaan itu diperkuat dengan tak kunjung turunnya harga minyak goreng di pasar kendati periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) sudah berakhir.
"Saya curiga ada praktik kartel atau oligopoli," kata Tulus.
(uka)
tulis komentar anda