Presidensi G20 Harus Jadi Momentum RI Menengahi Perang Rusia-Ukraina
Minggu, 27 Februari 2022 - 13:11 WIB
Dia pun mengingatkan efek berantainya jika kondisi ketidakstabilan ini terus berlanjut. Sebagai contoh, salah satu dampak yang sudah terjadi saat ini adalah kenaikan harga komoditas minyak mentah yang sudah tembus di atas USD100 per barel.
Hal ini, kata Bhima, akan meningkatkan inflasi dan membuat biaya logistik menjadi jauh lebih mahal. Imbasnya, harga kebutuhan pokok meningkat dan daya beli masyarakat semakin rendah.
Selain itu, subsidi energi akan membengkak cukup signifikan karena pada asumsi makro APBN harga minyak hanya tercatat USD63 per barel.
Akibat selisih harga minyak yang ditetapkan dalam APBN dengan harga minyak mentah riil yang terlalu jauh, imbasnya pasti akan terjadi pembengkakan subsidi energi yang signifikan.
"Oleh karena itu, pemerintah perlu segera melakukan perubahan APBN untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator khususnya nilai tukar rupiah dan inflasi karena inflasinya bisa lebih tinggi dari perkiraan,” tuturnya.
Bhima menambahkan, antisipasi yang harus dilakukan seperti tambahan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebagian mencakup stabilitas harga pangan dan energi ke dalam komplemen anggaran PEN. “Karena ini mengancam serius sekali pada stabilitas dan pemulihan ekonomi sepanjang 2022," tandasnya.
Jadi, imbuh Bhima, ketika pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, harus dipastikan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat seperti minyak goreng, kedelai, maupun komoditas lainnya, serta BBM dan LPG bisa terjaga harganya hingga akhir 2022.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Hal ini, kata Bhima, akan meningkatkan inflasi dan membuat biaya logistik menjadi jauh lebih mahal. Imbasnya, harga kebutuhan pokok meningkat dan daya beli masyarakat semakin rendah.
Selain itu, subsidi energi akan membengkak cukup signifikan karena pada asumsi makro APBN harga minyak hanya tercatat USD63 per barel.
Akibat selisih harga minyak yang ditetapkan dalam APBN dengan harga minyak mentah riil yang terlalu jauh, imbasnya pasti akan terjadi pembengkakan subsidi energi yang signifikan.
"Oleh karena itu, pemerintah perlu segera melakukan perubahan APBN untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator khususnya nilai tukar rupiah dan inflasi karena inflasinya bisa lebih tinggi dari perkiraan,” tuturnya.
Bhima menambahkan, antisipasi yang harus dilakukan seperti tambahan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebagian mencakup stabilitas harga pangan dan energi ke dalam komplemen anggaran PEN. “Karena ini mengancam serius sekali pada stabilitas dan pemulihan ekonomi sepanjang 2022," tandasnya.
Jadi, imbuh Bhima, ketika pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, harus dipastikan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat seperti minyak goreng, kedelai, maupun komoditas lainnya, serta BBM dan LPG bisa terjaga harganya hingga akhir 2022.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(ind)
tulis komentar anda