Perang Rusia-Ukraina Jadi Pisau Bermata Dua buat Indonesia
Selasa, 01 Maret 2022 - 10:58 WIB
JAKARTA - Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma, melihat dalam dua hari libur nasional minggu ini, pandangan kita tak bisa lepas dari beberapa sentimen global yang terjadi.
"Ukraina kelihatannya masih cukup panas, jadi tidak selesai dalam beberapa hari ini. Nah itu yang membuat harga komoditas cukup tinggi saat ini, termasuk CPO yang sempat rekor," kata Suria dalam Power Breakfast IDX, Selasa (1/3/2022).
Selain CPO, sentimen juga menarik harga komoditas lain, seperti nikel dan timah, mengalami kenaikan tinggi. Rata-rata harga komoditas menjadi tinggi dengan adanya geopolitik di Ukraina.
Terkait perang Rusia-Ukraina, ada beberapa negara yang memberi solusi. Menurut Suria, pertikaian ini terjadi adanya pipa gas antara Rusia dan Ukraina.
"Ada beberapa negara yang dirugikan, tapi Jerman diuntungkan karena suplai gas yang meningkat, Jadi kalau ini tadinya beroperasi, itu akan merugikan Amerika," ujarnya.
Untuk saat ini rencana tersebut ditunda karena Jerman menangguhkan izinnya. Secara geopolitikal, Amerika Serikat sudah diuntungkan dari keputusan itu. Masalahnya sekarang dari sanksi ekonomi tergantung suplai dari Rusia.
"Sebetulnya saya tak begitu yakin sanksi ekonomi bisa diterapkan ke Rusia kalau negara-negara itu butuh komoditas dan barang-barang Rusia, bagaimana mereka mengenai sanksi kalau ada kebutuhan," jelasnya.
Perang Ukarian ini berdampak dua sisi terhadap Indonesia. Komoditas sumber ekspor Indonesia seperti batu bara harganya ikut naik, tapi satu sisi harga minyak yang tinggi bisa merugikan Indonesia.
"Karena Indonesia merupakan net importir dari minyak, jadi negatifnya disitu. Saya melihat ancaman inflasi dengan meningkatnya harga komoditas ini," kata Suria.
Jika harga barang terus naik, kata Suria, akan menekan biaya yang membuat inflasi naik. Dari sisi postur APBN, seperti balance harus dicari oleh Indonesia, satu sisi inflasi menjadi suatu yang penting.
"Ukraina kelihatannya masih cukup panas, jadi tidak selesai dalam beberapa hari ini. Nah itu yang membuat harga komoditas cukup tinggi saat ini, termasuk CPO yang sempat rekor," kata Suria dalam Power Breakfast IDX, Selasa (1/3/2022).
Selain CPO, sentimen juga menarik harga komoditas lain, seperti nikel dan timah, mengalami kenaikan tinggi. Rata-rata harga komoditas menjadi tinggi dengan adanya geopolitik di Ukraina.
Terkait perang Rusia-Ukraina, ada beberapa negara yang memberi solusi. Menurut Suria, pertikaian ini terjadi adanya pipa gas antara Rusia dan Ukraina.
"Ada beberapa negara yang dirugikan, tapi Jerman diuntungkan karena suplai gas yang meningkat, Jadi kalau ini tadinya beroperasi, itu akan merugikan Amerika," ujarnya.
Untuk saat ini rencana tersebut ditunda karena Jerman menangguhkan izinnya. Secara geopolitikal, Amerika Serikat sudah diuntungkan dari keputusan itu. Masalahnya sekarang dari sanksi ekonomi tergantung suplai dari Rusia.
"Sebetulnya saya tak begitu yakin sanksi ekonomi bisa diterapkan ke Rusia kalau negara-negara itu butuh komoditas dan barang-barang Rusia, bagaimana mereka mengenai sanksi kalau ada kebutuhan," jelasnya.
Perang Ukarian ini berdampak dua sisi terhadap Indonesia. Komoditas sumber ekspor Indonesia seperti batu bara harganya ikut naik, tapi satu sisi harga minyak yang tinggi bisa merugikan Indonesia.
"Karena Indonesia merupakan net importir dari minyak, jadi negatifnya disitu. Saya melihat ancaman inflasi dengan meningkatnya harga komoditas ini," kata Suria.
Jika harga barang terus naik, kata Suria, akan menekan biaya yang membuat inflasi naik. Dari sisi postur APBN, seperti balance harus dicari oleh Indonesia, satu sisi inflasi menjadi suatu yang penting.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda