Perlu Solusi untuk Penambang Kecil yang Mencemari Lingkungan
Selasa, 16 Juni 2020 - 15:50 WIB
JAKARTA - Penambangan emas ilegal skala kecil yang semakin marak menjadi perhatian serius pemerintah karena berkontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran terjadi karena banyak penambang ilegal menggunakan bahan bakar merkuri untuk memisahkan pasir dengan emas. Padahal, merkuri merupakan bahan bakar beracun sehingga membahayakan kesehatan dan mencemari lingkungan hidup.
“Sebab itu, perlu sinergi antar-kementerian/lembaga agar penambangan emas skala kecil ini dapat dicarikan solusi bersama agar tidak membahayakan kesehatan dan mencemari lingkungan,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, di acara diskusi bertajuk “Pengelolaan Emas Rakyat” di Jakarta, Senin (16/6/2020).
Menurutnya, untuk menertibkan penambangan ilegal tersebut perlu serius mengimplementasikan penghapusan penggunaan merkuri yang diatur dalam Perpres No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Nantinya setelah merkuri dihapus, perlu sinergi bersama agar penambangan emas rakyat bisa tetap jalan namun tidak membahayakan manusia dan lingkungan hidup.
“Perlu memberikan edukasi bersama, yaitu dengan teknologi yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan sehinggga mereka tidak lagi menggunakan merkuri,” kata Rosa. ( Baca: Derita Travel Agent di Balik Proses Refund Tiket Pesawat )
Pihaknya mengatakan, penggunaan merkuri cukup memprihatinkan di dalam negeri. Setiap tahun penggunaan merkuri bisa mencapai 340 metrik ton atau 15 truk peti kemas. Di samping itu, Indonesia juga saat ini menempati urutan ketiga teratas sebagai penghasil bahan bakar merkuri terbesar di dunia.
“Mayoritas penggunaan bahan bakar merkuri digunakan untuk penambang emas rakyat skala kecil. Sekitar 57% dilepaskan untuk penambangan skala kecil,” jelasnya.
Ia memberikan solusi agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama-sama dengan kepolisian, BPPT, dan KLHK bersinergi menertibkan penambangan ilegal tersebut. Pihaknya menawarkan solusi agar penambangan liar tersebut ditertibkan lalu diberikan edukasi agar beralih menggunakan sianida.
Di samping tingkat pencemaran lebih rendah, penggunaan sianida tingkat ekstraksinya lebih tinggi dibandingkan merkuri. Rosa menyebut, proses ekstraksi yang dihasilkan sianida tingkat keberhasilannya mencapai 90% lebih tinggi dibandingkan merkuri yang 40%.
“Namun memang, perlu dilakukan pengendalian pencemaran untuk menghindari pencemaran lingkungan yang lebih parah lagi,” tutup Rosa.
“Sebab itu, perlu sinergi antar-kementerian/lembaga agar penambangan emas skala kecil ini dapat dicarikan solusi bersama agar tidak membahayakan kesehatan dan mencemari lingkungan,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, di acara diskusi bertajuk “Pengelolaan Emas Rakyat” di Jakarta, Senin (16/6/2020).
Menurutnya, untuk menertibkan penambangan ilegal tersebut perlu serius mengimplementasikan penghapusan penggunaan merkuri yang diatur dalam Perpres No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Nantinya setelah merkuri dihapus, perlu sinergi bersama agar penambangan emas rakyat bisa tetap jalan namun tidak membahayakan manusia dan lingkungan hidup.
“Perlu memberikan edukasi bersama, yaitu dengan teknologi yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan sehinggga mereka tidak lagi menggunakan merkuri,” kata Rosa. ( Baca: Derita Travel Agent di Balik Proses Refund Tiket Pesawat )
Pihaknya mengatakan, penggunaan merkuri cukup memprihatinkan di dalam negeri. Setiap tahun penggunaan merkuri bisa mencapai 340 metrik ton atau 15 truk peti kemas. Di samping itu, Indonesia juga saat ini menempati urutan ketiga teratas sebagai penghasil bahan bakar merkuri terbesar di dunia.
“Mayoritas penggunaan bahan bakar merkuri digunakan untuk penambang emas rakyat skala kecil. Sekitar 57% dilepaskan untuk penambangan skala kecil,” jelasnya.
Ia memberikan solusi agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama-sama dengan kepolisian, BPPT, dan KLHK bersinergi menertibkan penambangan ilegal tersebut. Pihaknya menawarkan solusi agar penambangan liar tersebut ditertibkan lalu diberikan edukasi agar beralih menggunakan sianida.
Di samping tingkat pencemaran lebih rendah, penggunaan sianida tingkat ekstraksinya lebih tinggi dibandingkan merkuri. Rosa menyebut, proses ekstraksi yang dihasilkan sianida tingkat keberhasilannya mencapai 90% lebih tinggi dibandingkan merkuri yang 40%.
“Namun memang, perlu dilakukan pengendalian pencemaran untuk menghindari pencemaran lingkungan yang lebih parah lagi,” tutup Rosa.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda