Bank Indonesia Tahan Suku Bunga 3,5%, Ekonom: Langkah Tepat
Jum'at, 18 Maret 2022 - 12:15 WIB
JAKARTA - Keputusan Bank Indonesia (BI) akhirnya kembali menahan suku bunga acuan di level 3,5% dinilai tepat melihat kondisi Indonesia yang mulai bangkit dengan pemulihan ekonomi.
Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengatakan, keputusan BI sudah terukur karena kita tidak perlu pada saat yang sama seperti bank sentral lain menaikkan suku bunga dalam hal ini The Fed.
"Kita harus melihat tentunya fundamental ekonomi kita sendiri, kalau kita lihat fundamental kita relatif kuat ya dari sisi inflasi masih dalam target Bank Indonesia, posisi terakhir inflasi kita masih 2 persen," kata David dalam Market Review IDX, Jumat (18/3/2022).
Selain itu, menurut David rupiah juga relatif stabil di posisi Rp14.300an. Disisi lain eksternal balance kita juga sangat solid, jadi current account kita itu tahun lalu juga sangat baik posisinya dan tahun ini perkiraannya juga masih akan cukup baik.
"Dan ini berbeda dengan siklus kenaikan suku bunga The Fed tahun 2015, ketika itu memang fundamental tidak sekuat sekarang, kalau sekarang memang posisinya dalam tahap pemulihan dan Bank Indonesia sudah melihat faktor tersebut dan sementara ini menahan suku bunganya," jelas David.
David menilai, Indonesia masuk masa pemulihan yang dilihat dari sisi neraca dagang diuntungkan dalam kondisi terakhir yang mendorong kenaikan harga komoditas seperti batu bara dan CPO yang harganya relatif tinggi untuk ekspor.
"Jadi posisi eksternal balance kita sangat solid ya dan disisi lain investor portfolio masih masuk ya net inflow terutama pasar saham dan ini juga menopang likuiditas valas dalam negeri," katanya.
Sejauh ini memang ada beberapa produk atau barang yang harga komoditasnya meningkat, contohnya minyak goreng. Namun, secara umum lanjut David, inflasi masih rendah yang membuat harga stabil, kecuali memang beberapa produk terpengaruh dengan harga internasional yang cenderung naik.
"Sejauh ini saya masih memproyeksikan (inflasi) masih dalam range Bank Indonesia, itupun kita lihat mungkin ke arah batas atas, tapi sejauh ini masih di dalam range perkiraan otoritas moneter untuk tahun ini," ujar David.
Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengatakan, keputusan BI sudah terukur karena kita tidak perlu pada saat yang sama seperti bank sentral lain menaikkan suku bunga dalam hal ini The Fed.
"Kita harus melihat tentunya fundamental ekonomi kita sendiri, kalau kita lihat fundamental kita relatif kuat ya dari sisi inflasi masih dalam target Bank Indonesia, posisi terakhir inflasi kita masih 2 persen," kata David dalam Market Review IDX, Jumat (18/3/2022).
Selain itu, menurut David rupiah juga relatif stabil di posisi Rp14.300an. Disisi lain eksternal balance kita juga sangat solid, jadi current account kita itu tahun lalu juga sangat baik posisinya dan tahun ini perkiraannya juga masih akan cukup baik.
"Dan ini berbeda dengan siklus kenaikan suku bunga The Fed tahun 2015, ketika itu memang fundamental tidak sekuat sekarang, kalau sekarang memang posisinya dalam tahap pemulihan dan Bank Indonesia sudah melihat faktor tersebut dan sementara ini menahan suku bunganya," jelas David.
David menilai, Indonesia masuk masa pemulihan yang dilihat dari sisi neraca dagang diuntungkan dalam kondisi terakhir yang mendorong kenaikan harga komoditas seperti batu bara dan CPO yang harganya relatif tinggi untuk ekspor.
"Jadi posisi eksternal balance kita sangat solid ya dan disisi lain investor portfolio masih masuk ya net inflow terutama pasar saham dan ini juga menopang likuiditas valas dalam negeri," katanya.
Sejauh ini memang ada beberapa produk atau barang yang harga komoditasnya meningkat, contohnya minyak goreng. Namun, secara umum lanjut David, inflasi masih rendah yang membuat harga stabil, kecuali memang beberapa produk terpengaruh dengan harga internasional yang cenderung naik.
"Sejauh ini saya masih memproyeksikan (inflasi) masih dalam range Bank Indonesia, itupun kita lihat mungkin ke arah batas atas, tapi sejauh ini masih di dalam range perkiraan otoritas moneter untuk tahun ini," ujar David.
(nng)
tulis komentar anda