Bulgaria Enggan Bayar Gas Rusia Pakai Rubel, Kremlin: Suka atau Tidak, Harus!
Jum'at, 25 Maret 2022 - 08:14 WIB
JAKARTA - Rusia dengan tegas menanggapi kekhawatiran negara-negara Eropa terkait kebijakan Kremlin untuk mengalihkan pembayaran gas dari euro ke rubel.
Kekhawatiran itu sebelumnya diungkapkan Presiden Serbia Aleksandar Vucic yang mengatakan bahwa keputusan Moskow akan menimbulkan banyak masalah. Dia menjelaskan bahwa Bulgaria, negara di mana pasokan gas ke Serbia dan Hongaria dikirim, telah menyatakan keengganannya untuk beralih ke rubel untuk pembayaran gas.
Sebagai tanggapan, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada hari Kamis (24/3) bahwa masalah sudah selesai, dan Bulgaria harus membayar dalam rubel "suka atau tidak."
Namun, Kremlin menanggapi keprihatinan Serbia, dengan mencatat bahwa negara itu telah menjauhkan diri dari tindakan atau komentar bermusuhan terhadap Rusia terkait dengan operasi militernya di Ukraina.
"Ini tidak berlaku untuk Serbia. Masalahnya tetap harus diselesaikan dan, tentu saja, kekhawatiran Serbia akan menjadi prioritas utama kami," kata Peskov seperti dikutip dari RT.com, Jumat (25/3/2022).
"Ini benar-benar normal, (Vucic) benar, ini benar-benar bisa menjadi situasi yang bermasalah, karena dalam kasus ini, Bulgaria mengambil langkah bermusuhan terhadap kami, jadi mereka harus membayar dalam rubel, apakah mereka mau atau tidak, apakah mereka suka atau tidak!" tegas Peskov.
Awal pekan ini, mantan wakil menteri energi Bulgaria Yavor Kuyumdzhiyev, mengatakan negara itu sangat bergantung pada gas Rusia dan kekurangan alternatif.
Dalam reaksi besar pertama terhadap sanksi Barat, Presiden Vladimir Putin mengumumkan pada hari Rabu (22/3) bahwa Rusia mulai sekarang hanya akan menerima pembayaran dalam rubel untuk ekspor gasnya ke negara-negara yang "tidak bersahabat".
Jangka waktu untuk beralih ke rubel dalam pembayaran gas belum diumumkan. Namun, menurut Peskov, kondisi untuk langkah tersebut akan diklarifikasi langsung ke pembeli gas Rusia pada waktunya.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Kekhawatiran itu sebelumnya diungkapkan Presiden Serbia Aleksandar Vucic yang mengatakan bahwa keputusan Moskow akan menimbulkan banyak masalah. Dia menjelaskan bahwa Bulgaria, negara di mana pasokan gas ke Serbia dan Hongaria dikirim, telah menyatakan keengganannya untuk beralih ke rubel untuk pembayaran gas.
Sebagai tanggapan, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada hari Kamis (24/3) bahwa masalah sudah selesai, dan Bulgaria harus membayar dalam rubel "suka atau tidak."
Namun, Kremlin menanggapi keprihatinan Serbia, dengan mencatat bahwa negara itu telah menjauhkan diri dari tindakan atau komentar bermusuhan terhadap Rusia terkait dengan operasi militernya di Ukraina.
"Ini tidak berlaku untuk Serbia. Masalahnya tetap harus diselesaikan dan, tentu saja, kekhawatiran Serbia akan menjadi prioritas utama kami," kata Peskov seperti dikutip dari RT.com, Jumat (25/3/2022).
"Ini benar-benar normal, (Vucic) benar, ini benar-benar bisa menjadi situasi yang bermasalah, karena dalam kasus ini, Bulgaria mengambil langkah bermusuhan terhadap kami, jadi mereka harus membayar dalam rubel, apakah mereka mau atau tidak, apakah mereka suka atau tidak!" tegas Peskov.
Awal pekan ini, mantan wakil menteri energi Bulgaria Yavor Kuyumdzhiyev, mengatakan negara itu sangat bergantung pada gas Rusia dan kekurangan alternatif.
Dalam reaksi besar pertama terhadap sanksi Barat, Presiden Vladimir Putin mengumumkan pada hari Rabu (22/3) bahwa Rusia mulai sekarang hanya akan menerima pembayaran dalam rubel untuk ekspor gasnya ke negara-negara yang "tidak bersahabat".
Jangka waktu untuk beralih ke rubel dalam pembayaran gas belum diumumkan. Namun, menurut Peskov, kondisi untuk langkah tersebut akan diklarifikasi langsung ke pembeli gas Rusia pada waktunya.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(fai)
tulis komentar anda