Sri Mulyani Sebut Penerimaan Pajak 2021 Masih Penuh Risiko
Jum'at, 19 Juni 2020 - 10:22 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pada tahun depan penerimaan perpajakan masih akan diselimuti risiko akibat ketidakpastian global. Pasalnya, tahun 2021 masih akan menjadi masa transisi saat pemulihan ekonomi pasca pandemi covid-19.
"Pemerintah menyadari salah satu tantangan terberat dalam melakukan perkiraan target perpajakan tahun 2021 adalah adanya ketidakpastian dan dinamika perekonomian tahun 2020 yang menjadi dasar baseline perhitungan perpajakan," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (19/6/2020).
( )
Saat ini rasio perpajakan pada 2021 diperkirakan dalam kisaran 8,25 sampai 8,63% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih rendah dari target tahun ini sebesar 11,5% dan realisasi di 2019 sebesar 10,73%.
Dengan tingginya risiko tersebut, penyusunan target penerimaan perpajakan tahun 2021 akan mempertimbangkan dua faktor yakni kinerja penerimaan 2020 dan besarnya insentif yang dikucurkan buat korporasi dan konglomerat pada tahun ini.
Sambung Sri Mulyani, dalam menyusun target perpajakan, pemerintah akan melakukannya dengan hati-hati. Karena pemerintah harus mempertimbangkan berbagai faktor. Adapun, perkiraan penerimaan perpajakan tahun ini yang sangat dipengaruhi secara negatif akibat covid-19. Belum lagi berbagai insentif yang diberikan pemerintah kepada dunia usaha.
"Perhitungan ini menjadi baseline perhitungan penerimaan perpajakan tahun 2021 yang juga mencakup kebijakan insentif perpajakan yang akan diberikan, dan strategi optimalisasi penerimaan yang akan dilakukan," katanya.
( )
Mantan Anggota Bank Dunia itu menjelaskan, kebijakan perpajakan 2021 diarahkan antara lain pada pemberian insentif yang lebih tepat, relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, optimalisasi penerimaan melalui perluasan basis pajak. Ditambah serta peningkatan pelayanan kepabeanan dan ekstensifikasi barang kena cukai.
"Konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap di masa yang akan datang," tukasnya.
Dinamika pandemi virus corona (Covid-19) yang belum mereda membuat perekonomian global termasuk Indonesia masih akan diselimuti ketidakpastian.
"Pemerintah menyadari salah satu tantangan terberat dalam melakukan perkiraan target perpajakan tahun 2021 adalah adanya ketidakpastian dan dinamika perekonomian tahun 2020 yang menjadi dasar baseline perhitungan perpajakan," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (19/6/2020).
( )
Saat ini rasio perpajakan pada 2021 diperkirakan dalam kisaran 8,25 sampai 8,63% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih rendah dari target tahun ini sebesar 11,5% dan realisasi di 2019 sebesar 10,73%.
Dengan tingginya risiko tersebut, penyusunan target penerimaan perpajakan tahun 2021 akan mempertimbangkan dua faktor yakni kinerja penerimaan 2020 dan besarnya insentif yang dikucurkan buat korporasi dan konglomerat pada tahun ini.
Sambung Sri Mulyani, dalam menyusun target perpajakan, pemerintah akan melakukannya dengan hati-hati. Karena pemerintah harus mempertimbangkan berbagai faktor. Adapun, perkiraan penerimaan perpajakan tahun ini yang sangat dipengaruhi secara negatif akibat covid-19. Belum lagi berbagai insentif yang diberikan pemerintah kepada dunia usaha.
"Perhitungan ini menjadi baseline perhitungan penerimaan perpajakan tahun 2021 yang juga mencakup kebijakan insentif perpajakan yang akan diberikan, dan strategi optimalisasi penerimaan yang akan dilakukan," katanya.
( )
Mantan Anggota Bank Dunia itu menjelaskan, kebijakan perpajakan 2021 diarahkan antara lain pada pemberian insentif yang lebih tepat, relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, optimalisasi penerimaan melalui perluasan basis pajak. Ditambah serta peningkatan pelayanan kepabeanan dan ekstensifikasi barang kena cukai.
"Konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap di masa yang akan datang," tukasnya.
Dinamika pandemi virus corona (Covid-19) yang belum mereda membuat perekonomian global termasuk Indonesia masih akan diselimuti ketidakpastian.
(akr)
tulis komentar anda