Hadapi Rencana Pelabelan BPA, Pengusaha Dituntut Lebih Inovatif
Kamis, 12 Mei 2022 - 14:13 WIB
JAKARTA - Pengusaha air minum dalam kemasan (AMDK) dituntut lebih kreatif dan inovatif menghadapi rencana penerapan aturan pelabelan bahaya Bisphenol A atau BPA oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Label bebas BPA justru menjadi tantangan pelaku usaha berinovasi memperbaiki produk agar tidak membahayakan konsumen.
"Kami pun sudah sejak lama memproduksi galon non-polikarbonat dan mencantumkan label BPA free. Kami sudah mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan kesehatan di masa depan," kata Manajer Regional Cleo, Yohanes Catur Artiono saat Webinar bertajuk Pelabelan BPA Menuju Masyarakat Sehat dengan Pasar Sehat, di Jakarta, baru-baru ini.
Pada November 2021, BPOM merilis rancangan perubahan atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Salah satu pasal di dalamnya mewajibkan pencantuman tulisan Berpotensi Mengandung BPA pada label AMDK kemasan galon polikarbonat atau plastik keras.
BPA sendiri merupakan bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan galon plastik keras. Ratusan publikasi ilmiah menyebut paparan BPA pada kemasan kontak pangan antara lain bisa menyebabkan gangguan hormonal yang mengarah kepada kemandulan dan juga kanker.
Rencana perubahan peraturan BPOM tersebut mendapatkan penolakan dari kalangan pengusaha AMDK. Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia atau Aspadin, misalnya, meminta BPOM tidak melanjutkan rencana tersebut. Aspadin mengklaim, jika disahkan, peraturan pelabelan BPA akan memicu persaingan usaha yang tidak sehat dan mematikan industri AMDK galon.
Namun, Yohanes meminta pengusaha AMDK tidak melihat rencana BPOM itu sebagai momok menakutkan. Selain menjadi tantangan yang bisa memicu inovasi, rencana pelabelan itu juga sebenarnya menyasar produk-produk AMDK galon polikarbonat yang paparan BPA-nya melebihi batas aman yang ditentukan oleh BPOM.
"Kalau paparan BPA di bawah batas yang ditentukan oleh BPOM, kenapa harus khawatir. Para pelaku usaha yang memproses ulang galon polikarbonat dengan tidak benar sehingga paparan BPA-nya melebihi batas aman justru dituntut untuk berinovasi," kata dia.
Dalam perubahan peraturan itu, BPOM mensyaratkan nilai batas deteksi BPA pada kemasan galon polikarbonat tidak melebih 0,01 bagian per juta (bpj). BPA dalam kemasan pangan polikarbonat bisa dideteksi dan bermigrasi sejak di sarana produksi hingga peredaran dan penyimpanan.
"Kami pun sudah sejak lama memproduksi galon non-polikarbonat dan mencantumkan label BPA free. Kami sudah mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan kesehatan di masa depan," kata Manajer Regional Cleo, Yohanes Catur Artiono saat Webinar bertajuk Pelabelan BPA Menuju Masyarakat Sehat dengan Pasar Sehat, di Jakarta, baru-baru ini.
Pada November 2021, BPOM merilis rancangan perubahan atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Salah satu pasal di dalamnya mewajibkan pencantuman tulisan Berpotensi Mengandung BPA pada label AMDK kemasan galon polikarbonat atau plastik keras.
BPA sendiri merupakan bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan galon plastik keras. Ratusan publikasi ilmiah menyebut paparan BPA pada kemasan kontak pangan antara lain bisa menyebabkan gangguan hormonal yang mengarah kepada kemandulan dan juga kanker.
Rencana perubahan peraturan BPOM tersebut mendapatkan penolakan dari kalangan pengusaha AMDK. Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia atau Aspadin, misalnya, meminta BPOM tidak melanjutkan rencana tersebut. Aspadin mengklaim, jika disahkan, peraturan pelabelan BPA akan memicu persaingan usaha yang tidak sehat dan mematikan industri AMDK galon.
Namun, Yohanes meminta pengusaha AMDK tidak melihat rencana BPOM itu sebagai momok menakutkan. Selain menjadi tantangan yang bisa memicu inovasi, rencana pelabelan itu juga sebenarnya menyasar produk-produk AMDK galon polikarbonat yang paparan BPA-nya melebihi batas aman yang ditentukan oleh BPOM.
"Kalau paparan BPA di bawah batas yang ditentukan oleh BPOM, kenapa harus khawatir. Para pelaku usaha yang memproses ulang galon polikarbonat dengan tidak benar sehingga paparan BPA-nya melebihi batas aman justru dituntut untuk berinovasi," kata dia.
Dalam perubahan peraturan itu, BPOM mensyaratkan nilai batas deteksi BPA pada kemasan galon polikarbonat tidak melebih 0,01 bagian per juta (bpj). BPA dalam kemasan pangan polikarbonat bisa dideteksi dan bermigrasi sejak di sarana produksi hingga peredaran dan penyimpanan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda