Bahlil Sebut Negara Maju Pakai Standar Ganda dalam Perdagangan Karbon
Rabu, 25 Mei 2022 - 06:02 WIB
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan saat ini carbon market atau perdagangan karbon yang ada di negara maju sebagai upaya menjaga lingkungan tidak fair.
Salah satu indikasinya dapat dilihat dari harga karbon yang ditetapkan di negara maju dan di negara berkembang sangat jauh berbeda. Padahal, negara-negara maju dikatakan sebagai sumbangsih terbesar dalam emisi karbon.
"Kami melihat adanya standar ganda yang dipakai negara maju dalam menerapkan perdagangan karbon. Ini sangat terlihat sekali, misalnya harga karbon di negara maju itu bisa sampai USD100, harga karbon di negara berkembang hanya USD10, ini tidak fair," ujar Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, dikutip Rabu (25/5/2022).
Di samping itu menurut Bahlil, belum ada standar penghitungan yang sama antara emisi karbon yang dilakukan di negara maju dan negara berkembang.
"Negara maju ini mohon maaf mereka pemberi sumbangsih terbesar karena alam mereka sudah tidak terlalu bagus," tukasnya.
Padahal menurut Bahlil Indonesia saat ini masih tergolong banyak memiliki hutan yang dapat menyerap banyak emisi karbon.
Maka dalam aspek menjaga lingkungan Indonesia memiliki potensi untuk melakukan dua pilihan, memelihara hutan yang masih ada, atau melajukan restorasi atau penghijauan kembali.
"Maka saya katakan kepada mereka (negara maju), Indonesia dalam menjaga lingkungan kita melakukan satu kebijakan melarang ekspor nikel ore adalah bentuk afirmatif negara untuk menatakelola lingkungan kita," tuturnya.
Salah satu indikasinya dapat dilihat dari harga karbon yang ditetapkan di negara maju dan di negara berkembang sangat jauh berbeda. Padahal, negara-negara maju dikatakan sebagai sumbangsih terbesar dalam emisi karbon.
"Kami melihat adanya standar ganda yang dipakai negara maju dalam menerapkan perdagangan karbon. Ini sangat terlihat sekali, misalnya harga karbon di negara maju itu bisa sampai USD100, harga karbon di negara berkembang hanya USD10, ini tidak fair," ujar Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, dikutip Rabu (25/5/2022).
Baca Juga
Di samping itu menurut Bahlil, belum ada standar penghitungan yang sama antara emisi karbon yang dilakukan di negara maju dan negara berkembang.
"Negara maju ini mohon maaf mereka pemberi sumbangsih terbesar karena alam mereka sudah tidak terlalu bagus," tukasnya.
Padahal menurut Bahlil Indonesia saat ini masih tergolong banyak memiliki hutan yang dapat menyerap banyak emisi karbon.
Maka dalam aspek menjaga lingkungan Indonesia memiliki potensi untuk melakukan dua pilihan, memelihara hutan yang masih ada, atau melajukan restorasi atau penghijauan kembali.
"Maka saya katakan kepada mereka (negara maju), Indonesia dalam menjaga lingkungan kita melakukan satu kebijakan melarang ekspor nikel ore adalah bentuk afirmatif negara untuk menatakelola lingkungan kita," tuturnya.
tulis komentar anda